KOMPOR AIR | Elektroliser | Teknik Kimia

KOMPOR AIR | Elektroliser | Teknik Kimia

BAB I
PENDAHULUAN

Kompor air merupakan salah satu pengembangan dalam bidang energi alternatif hidrogen dengan memanfaatkan proses elektrolisa air. Proses elektrolisa air memisahkan molekul air menjadi gas hidrogen dan oksigen dengan cara mengalirkan arus listrik ke elektrolit (larutan air dan katalis NaCl) melalui elektroda Aluminium. Gas hidrogen dan oksigen dijadikan bahan bakar bagi “Kompor Air” untuk menyalakan api. 
Download File + Gambar Full DOCX dan PDF pada link Dibawah Artikel
Elektroliser dirancang menggunakan 6 tabung. Larutan maksimal setiap tabung, 500mL air dan katalis NaCl 6 gram. Kestabilan proses elektrolisa diatur berdasarkan arus yang mengalir dan temperatur pada proses tersebut. Rangkaian kontrol arus menggunakan MOSFET IRFZ44 sebagai pensaklar daya, dimana data akan diolah oleh mikrokontroler Atmega16, dan DAC MAX518 sebagai pengkonversi data digital menjadi analog. Rangkaian sensor arus memanfaatkan resistor 0.1 Ohm dan operational-amplifier untuk mendeteksi arus pada elektroliser. Temperatur elektroliser (tempat berlangsungnya elektrolisa) dideteksi oleh sensor DS18S20. 

Kompor air dapat menyalakan api dengan arus maksimal 16A (3 tabung dihubung seri dengan arus maksimal 8A) dan setting point temperatur sebesar 30 0C. Konsumsi daya 202.4 Watt dapat mendidihkan air 500 mL dalam waktu 23 menit 12 detik. 
Kompor air merupakan pengembangan aplikasi dari sumber energi alternatif hidrogen, dibantu gas oksigen. Gas hidrogen dan oksigen (dikenal dengan gas HHO) dijadikan bahan bakar kompor air, dihasilkan melalui proses elektrolisa (peristiwa memisahkan molekul air menjadi hidrogen dan oksigen dengan cara memberikan arus listrik) pada elektroliser (alat tempat berlangsungnya proses elektrolisa). Kompor air tidak membutuhkan bahan bakar yang berasal dari minyak bumi atau pun gas alam, yang dibutuhkan sebagai bahan dasar adalah air dan sumber listrik serta elektroda, sehingga mudah didapatkan. 
Sumber arus yang besar dan katalis NaCl (Natrium Clorida) yang dilarutkan dalam air untuk mempercepat reaksi, serta temperatur yang tinggi dapat meningkatkan jumlah produksi hidrogen dan oksigen. Namun, arus yang terlalu besar, penggunaan katalis NaCl dan temperatur yang terlalu tinggi dapat menimbulkan panas dan meningkatkan suhu ruang elektroliser dan hal ini berdampak negatif pada tabung elektroliser. 

Berdasarkan pejelasan paragraf diatas, dibutuhan unit pengaturan berupa kontrol arus dan temperatur pada elektroliser untuk mencegah terjadinya ledakan, karena hidrogen merupakan gas yang mudah meledak apabila bercampur dengan gas oksigen dan terkena nyala api. Dengan adanya pengontrolan arus dan temperatur serta konstruksi yang tepat akan menjadikan kompor air lebih aman dan mudah untuk dioperasikan oleh pengguna.
Kompor Air


BAB II 
DASAR  TEORI

1. Elektrolisa
Proses elektrolisa memisahkan molekul air menjadi gas hidrogen dan oksigen dengan cara mengalirkan arus listrik ke elektroda tempat larutan elektrolit (air+katalis) berada. Reaksi elektrolisa tergolong reaksi redoks tidak spontan, reaksi itu dapat berlangsung karena pengaruh energi listrik. Proses ini ditemukan oleh Faraday tahun 1820. Pergerakan elektron pada proses elektolisa dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Elektrolisa Air [2]
Persamaan kimia elektrolisa air adalah sebagai berikut: 
energi (listrik) + 2 H2O → O2 + 2 H2 (2.1)
Terjadi tekanan listrik pada elektroda negatif (katoda) untuk mendorong elektron ke dalam air dan pada anoda (elektroda positif) terjadi penyerapan elektron. Molekul air dekat katoda terbagi menjadi ion hidrogen positif (H+) dan ion hidroksida (OH-). 
(H2O → H⁺ + OH⁻) (2.2)
H⁺ merupakan proton terbuka, bebas untuk menangkap elektron e⁻ dari katoda, kemudian menjadi atom hidrogen biasa dan netral. 
(H⁺ + e⁻ → H) (2.3)
Atom hidrogen ini berkumpul dengan atom hidrogen lain dan membentuk molekul gas dalam bentuk gelembung dan kemudian naik ke permukaan. 
H + H → H₂ (2.4)
Elektroda positif telah menyebabkan ion hidroksida (OH⁻) untuk bergerak ke anoda. Ketika mencapai anoda, anoda melepas kelebihan elektron yang diambil oleh hidroksida dari atom hidrogen sebelumnya, kemudian ion hidroksida bergabung dengan molekul hidroksida yang lain dan membentuk 1 molekul oksigen dan 2 molekul air: 
4 OH⁻ → O2 + 2 H2O + 4e⁻ (2.5)
Molekul oksigen ini sangat stabil dan kemudian gelembungnya naik ke permukaan. Demikian seterusnya dan terjadi pengulangan proses. Reaksi-reaksi di katoda (reduksi) hanya bergantung pada jenis kation dalam larutan. Jika kation berasal dari logam dengan potensial elektrode lebih kecil/rendah maka air yang akan tereduksi.

2. Elektrolit
Elektrolit merupakan gabungan antara air dan katalis. Katalis merupakan suatu zat yang dapat mempercepat suatu laju reaksi, namun ia sendiri secara kimiawi, tidak berubah pada akhir reaksi [4]. Katalis digunakan untuk mempercepat laju reaksi menghasilkan gas HHO pada proses elektrolisa. Katalis yang digunakan adalah natrium klorida (NaCl). NaCl sebanyak 6 gr dilarutkan kedalam 500 mL air. Penggunaan natrium klorida dikarenakan natrium memiliki potensial elektrode standar yang lebih negatif dari pada air dengan demikian natrium tidak akan bereaksi namun air yang akan bereaksi. Selain itu, natrium klorida juga mudah didapat. Potensial elektrode standar Natrium (Na) adalah -2,71 dan air (H20) adalah -0,83.

3. Elektroda
Elektroda adalah konduktor yang digunakan untuk bersentuhan dengan bagian atau media non-logam. Elektroda dalam sel elektrolisa disebut sebagai anoda dan katoda. Anoda didefinisikan sebagai elektroda positif dimana elektron datang dari sel elektrolisa dan oksidasi terjadi, sedangkan katoda didefinisikan sebagai elektroda negatif dimana elektron memasuki sel elektrolisa dan reduksi terjadi.Salah satu elektroda yang digunakan adalah Aluminium. Penggunaan aluminium (Al) sebagai elektroda dikarenakan Al merupakan logam aktif yang memiliki potensial elektroda lebih negatif dari pada air (E Al = -1,66 dan E H2O = - 0,83) dengan demikian air yang akan bereaksi [3].

Proses Perancangan Kompor Air

1. Desain Konstruksi “Kompor Air”

Gambar 3.1 menunjukkan desain konstruksi “Kompor Air”.
Gambar 2.5 Konstruksi “Kompor Air”

Keterangan:
Kotak Kontrol 
LCD
Kabel Elektroda Positif 
Kabel Elektroda Negatif 
Kipas 
Tabung Elektroliser 
Selang Vakum 
Valve searah 
Burner Kompor 
Kompor

Elektroliser terbuat dari 6 tabung plastik berdiameter 6 cm pada bagian atas, berdiameter 7 cm pada bagian bawah dan tinggi 17.5 cm. Keenam tabung tersebut ditempatkan di acrylic dengan tebal 5mm, panjang 23 cm, lebar 16 cm, dan tinggi 8 cm. Setiap tabung dapat menampung kapasitas air maksimal 500mL. Untuk 500 mL air, dicampur dengan 6 gram katalis NaCl. Perancangan ini bertujuan untuk menghasilkan gas HHO yang lebih banyak (multi cell). 
Bagian atas setiap tabung diberi 5 lubang. Lubang 1 berukuran 0.5 cm berada di tengah sekat sebagai lubang tempat keluarnya gas HHO dan 4 lubang lainnya berukuran 0.3 cm sebagai tempat melekatkan elektroda yang diletakkan di dalam elektroliser (2 lubang untuk melekatkan katoda dan 2 lubang untuk melekatkan anoda) agar dapat disambungkan ke sumber tegangan.. 
Dua dari enam tabung tersebut dilengkapi sensor temperatur (DS18S20) untuk mendeteksi temperatur air pada tabung elektroliser karena proses elektrolisa untuk menghasilkan gas HHO akan memproduksi sejumlah panas dan apabila panas yang dihasilkan terlalu tinggi dapat mengurangi efisiensi proses tersebut dan dapat mengakibatkan rusak/melelehnya tabung elektroliser. Dua buah kipas berukuran 8x8 cm diletakkan pada bagian atas tabung dan akan aktif ketika temperatur air pada tabung elektroliser lebih besar dari temperatur setting point.
Selang vakum sebagai tempat penyalur gas HHO dilengkapi dengan katup searah agar gas HHO tidak kembali ke elektroliser, sehingga meminimalisir terjadinya ledakan. Desain elektroliser dapat dilihat pada gambar 2.6, gambar 2.7 dan gambar 2.8.

Gambar 2.6 Elektroliser

Gambar 2.7 Tabung Elektroliser

Gambar 2.8 Tutup Tabung Elektroliser (Lubang sensor hanya 
terdapat pada 2 tutup saja)

  Sensor temperatur hanya terdapat pada 2 tabung saja. Hal ini berdasarkan hasil percobaan saat semua tabung diberi sensor temperatur kemudian diolah oleh mikrokontroler, menunjukkan temperatur yang hampir sama. Sehingga sensor temperatur yang digunakan hanya pada dua tabung saja.
Elektroda terbuat dari jaring-jaring aluminium. Katoda berdiameter 4 cm dan tinggi 16 cm, sedangkan anoda memiliki diameter yang lebih kecil yaitu 2 cm. Desain elektroda pada “Kompor Air” dapat dilihat pada gambar 2.9.


Gambar 2.9 Elektroda 1. Kutub Katoda, 2. Kutub Anoda, 
3. Elektroda Dirangkai Jadi Satu

Terdapat 6 titik api pada burner kompor, sebagai tempat menyala api. Setiap titik api berasal dari satu tabung elektroliser. Perancangan burner kompor ditunjukkan oleh gambar 2.10.
Gambar 2.10 Burner Kompor HHO
2. Desain Elektrik “Kompor Air”
Gambar 2.11 Blok Diagram Alat “Kompor Air“

Berdasarkan blok diagram di atas dapat dijelaskan sistem kerja dari “Kompor Air” sebagai berikut: 
Tombol Start mengindikasikan proses dimulai 
Power Supply akan mensupply tegangan DC ke mikrokontroler dan IC (integrated circuit) yang digunakan pada proyek ini. Sedangkan Regulator switching akan mensupply tegangan DC ke elektroliser. 
Rangkaian kontrol arus akan mengontrol besar arus pada elektroliser dan sensor arus akan mendeteksi besarnya arus pada elektroliser. Sedangkan besar temperatur pada elektroliser akan dideteksi oleh sensor temperatur. 
Besar arus pada pada elektroliser berada pada rentang 0A – 8A, driver kontrol arus difungsikan untuk mengatur besar kecil nilai arus pada elektroliser. Sedangkan untuk temperatur akan diatur pada temperatur 30 0C. 
Mikrokontroler merupakan pusat pegontrol seluruh sistem yang ada pada elektroliser (pengaturan arus dan temperatur) untuk menghasilkan nyala api pada ”Kompor Air”. 
LCD digunakan untuk menampilkan parameter-parameter berupa arus dan temperatur pada elektroliser saat proses elektrolisa berlangsung. 
Kipas digunakan untuk menurunkan temperatur tabung elektroliser apabila terjadi peningkatan temperatur yang berlebih (> setting point). 
Ketika tombol stop aktif, maka proses elektrolisa berakhir/berhenti, ditandai dengan padamnya nyala api. 

3. Rangkaian Sensor Arus dan Kontrol Arus
Gambar 2.12 Blok Diagram Kontrol Arus dan Sensor Arus
Arus yang digunakan pada elektroliser sebesar 16 Ampere (8 A untuk 3 tabung yang disusun seri, terdapat 6 tabung elektroliser) dan tegangan sebesar 12 Vdc. Setting point temperatur maksimum pada tabung elektroliser sebesar 30 0C. 
Pemilihan parameter arus dikarenakan faktor energi yang terbuang dan pemilihan temperatur 30 0C berdasarkan hasil percobaan. Apabila pada tabung elektroliser terjadi panas yang terlalu tinggi dapat merusak konstruksi dari tabung elektroliser, berupa lelehan. 
Jumlah energi yang digunakan pada proses elektrolisa dihitung menggunakan persamaan 3.1 dan jumlah energi yang terbuang menggunakan persamaan 3.3 serta untuk mencari persentase energi yang hilang, gunakan persamaan 3.4.
E=V.I.t
∆T=T_f- T_s
H_lost=∆T- T_f
%_lost = H_lost/E  ×100%
Tabel 2.1 menunjukkan hasil perhitungan persentase energi yang terbuang dan tabel 2.2 menunjukkan energi yang digunakan pada pengggunaan arus tertentu serta persentase energi yang terbuang. 
Tabel 2.1 Energi yang terbuang
Tabel 2.2 Energi yang digunakan dan persentase energi yang hilang

NB: Tanda minus (-) menunjukkan energi yang terbuang.

Berdasarkan tabel 2.2 dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi arus yang digunakan maka energi yang terbuang akan semakin kecil. Namun, pada proyek ini, tabung elektroliser yang digunakan terbuat dari plastik, apabila arus yang digunakan terlalu besar, hal tersebut dapat merusak tabung elektroliser.
Terdapat 6 tabung elektroliser pada proyek ini. Dimana setelah dilakukan pengukuran, setiap tabung memiliki tahanan ± 0.5Ω. Untuk mendapatkan arus 8A (sesuai perancangan) dengan tegangan input 12V, maka tabung tersebut dihubung seri sebanyak 3 tabung. Dengan perhitungan sebagai berikut:
Diketahui : R1=R2 =R3= 0.5 Ω
R_seri=R1+R2+R3= 1.5 Ω
V_input=12 V

Ditanya : Berapa Arus yang mengalir  ?

Penyelesaian :

V=I .R
I=  V/R
I=  (12 V)/(1.5  Ω )
I=8 Ampere

Resistor 0.1 Ohm digunakan sebagai pendeteksi arus yang mengalir pada elektroliser. Pemilihan resistor sebesar 0.1 Ohm dimaksudkan untuk menghindari rugi daya yang tinggi.Perhitugan rugi daya tersebut adalah sebagai berikut: 
P = I² x R = 8² x 0.1 Ohm = 6.4 watt.
Oleh karena itu resistor yang digunakan sebesar 0.1 Ohm dengan daya 10 watt.

Op-Amp LM358 digunakan sebagai penguat tegangan pada resistor 0.1 ohm. Oleh karena, tegangan pada resistor tersebut bernilai kecil (lebih kecil dari 5V), dan mikrokontroler tidak dapat memproses apabila tegangan yang masuk ke ADC lebih kecil dari 5V.
Perhitungan penguatan pada op-amp LM358 sebagai berikut: 
(I input = 8 ampere) 
Tegangan pada resistor 0.1 ohm  = IxR 
 = 8 x 0.1 = 0.8 volt

Tegangan ini harus dikuatkan menjadi 5V, sehingga membutuhkan penguatan sebesar: 

Penguatan = 5/0,8 = 6,25 kali

Untuk mendapatkan penguatan sebesar 6.25 kali, dipilih R13 dan R7 sebesar 2,2 ohm serta VR1 dan VR2 sebesar 100 kΩ. Dengan perhitungan sebagai berikut:

Penguatan Maksimum = VR1/R7 +1 = 100k/2200 +1 = 46,45 kali
Nilai VR1 atau VR2 diatur untuk mendapatkan penguatan seperti yang diinginkan.
Pengontrolan arus dilakukan oleh mikrokontroler Atmega16 dengan menerima input dari sensor arus berupa data analog (tegangan 0V sampai dengan 5V) dan mengubahnya menjadi data digital dengan memanfaatkan ADC pada mikrokontroler. Output mikrokontroler berupa data digital akan diubah oleh MAX518 menjadi data analog (0.1V - 3.5V) karena TL494 merupakan pembangkit sinyal PWM yang tidak dapat memproses sinyal digital. Sinyal output DAC MAX518 tersebut akan dibandingkan dengan sinyal gigi gergaji yang terdapat pada IC TL494 sehingga menimbulkan sinyal PWM.
Output dari IC TL494 ini akan diberikan ke driver MOSFET MAX4420 dan diteruskan ke gate MOSFET. Fungsi dari driver MOSFET MAX4420 adalah untuk memperbaiki sinyal PWM sehingga mengurangi disipasi daya pada MOSFET.

4.Sensor Temperatur

Gambar 2.13 Skematik rangkaian sensor temperatur

Proses elektrolisa air selain menghasilkan gas HHO sebagai bahan bakar juga akan menghasilkan sejumlah panas yang dapat mempengaruhi proses tersebut. Oleh karena itu diperlukan perancangan terhadap parameter temperatur pada elektroliser sebagai berikut: 
Temperatur yang dibaca oleh sensor temperatur DS18S20 akan diproses oleh mikrokontroler ATMega16 menggunakan pengontrolan on-off. 
Apabila temperatur elektroliser melebihi temperatur setting point (>30  ᵒC), Atmega16 akan memerintahkan kipas untuk aktif. 
Apabila temperatur elektroliser bernilai dibawah temperatur setting point (<30 ᵒC), Atmega16 akan memerintahkan kipas untuk tidak aktif. 
Pengaturan setting point pada nilai 30 ᵒC berdasarkan hasil percobaan, ketika temperatur elektroliser berada pada setting point 100 ᵒC dan 50 ᵒC, menyebabkan tabung elektroliser meleleh. Ketika temperatur diatur pada setting point 30 ᵒC, tabung elektroliser dalam kondisi baik. Rangkaian skematik sensor temperatur dirancang seperti di atas (lihat gambar 3.9).
5. Nyala Api “Kompor Air” Berdasarkan Arus
Berdasarkan hasil uji coba, nyala api “Kompor Air” akan berbeda tergantung dari besar arus yang digunakan. Semakin besar arus yang digunakan maka api akan semakin besar. Hal ini terbukti dengan menggunakan persamaan Hukum Faraday, dimana semakin besar arus yang digunakan maka jumlah gas HHO yang dihasilkan akan semakin banyak. Sehingga, apabila arus yang digunakan besar, maka nyala api akan besar, begitu pula sebaliknya. 
Perhitungan hukum Faraday sebagai berikut:
Dimana : W=E x F
E=  (A_(r atau ) M_r)/n
F=(I x t)/96.500
Sehingga : W=  (A_(r ).I.t)/(n.96500)
Keterangan: 
W = berat zat hasil elektrolisis 
E = Massa ekivalen zat elektrolisis 
F = Jumlah arus listrik 
Ar = M assa atom relatif 
Mr = Massa molekul relatif 
n = jumlah elektron yang terlibat 
i = arus (ampere) 
t = waktu (detik) 
96500 Coulomb adalah konstanta Faraday

Reaksi pada katoda (Ar  H=1, jumlah elektron yang terlibat = 1): H⁺ + e⁻ → H
Reaksi pada anoda (Ar  O=16, jumlah elektron yang terlibat = 4): 4 OH⁻ → O₂ + 2 H₂O + 4e⁻
Reaksi utuh elektrolisa adalah: 

2H₂O → O₂ + 2 H₂
Sehingga, Jumlah gas HHO = (1 x jlh. gas oksigen) + (2 x jlh. gas hidrogen)
Bila diketahui :
- Ar H=1, Ar O=16 
- t 1 = 24 menit =1440 detik 
- I 1 = 5 Ampere 
- I 2 = 1 Ampere 
Ditanya : massa gas HHO yang dihasilkan pada I1 dan I2?
Penyelesaian : 

Massa gas HHO pada I1 (ar.l.t)/(n.905000)

Reaksi pada katoda (massa hidrogen):
W=(A_r  .I .t)/(n .96500)=(1 .5 .1440)/(1 .96500)=0.0746 gram
Reaksi pada anoda (massa oksigen):
W=(A_r  .I .t)/(n .96500)=(16 .5 .1440)/(4 .96500)=0.2984 gram

Jumlah. Gas HHO = ( 2 x 0.0746) + (1 x 0.2984) = 0.4476 gram

Massa gas HHO pada I 2 
Reaksi pada katoda (massa hidrogen):
W=(A_r  .I .t)/(n .96500)=(1 .1 .1440)/(1 .96500)=0.01492 gram
Reaksi pada anoda (massa oksigen):
W=(A_r  .I .t)/(n .96500)=(16 .1 .1440)/(4 .96500)=0.05968 gram

Jumlah. Gas HHO = ( 2 x 0.0.1492) + (1 x 0.05968) = 0.08952  gram

Jadi, jumlah gas HHO akan semakin banyak bila arus semakin besar. Sehingga arus yang besar akan meghasilkan nyala api yang besar pula. Namun pada proyek ini arus maksimal adalah 16 A ( 8 A pada 3 tabung disusun seri) dikarenakan kondisi konstruksi yang terbuat dari plastik akan meleleh bila terjadi panas yang berlebih akibat dari penggunaan arus yang terlalu tinggi. 

DAFTAR PUSTAKA

Herring S., 2004, High Temperature Electrolysis, Idaho National Engineering and
Environmental Laboratory, Gaithersburg
Young, Stuart A. 1991. Apparatus and Method For Generating Hydrogen and
Oxygen By Electrolytic Dissociation of Water. United States Patent, Patent
Number 5037518
http://www.detik.com/alat-pengubah-air-jadi-gas-ditemukan-di-mampang


MAKALAH PEMBAKARAN | Teknik Kimia | Kuliah

MAKALAH PEMBAKARAN | Teknik Kimia | Kuliah

1. PENDAHULUAN

Pembakaran adalah reaksi kimia yang cepat antara oksigen dan bahan yang dapat terbakar, disertai timbulnya cahaya dan menghasilkan kalor. Pembakaran spontan adalah pembakaran dimana bahan mengalami oksidasi perlahanlahan sehingga kalor yang dihasilkan tidak dilepaskan, akan tetapi dipakai untuk menaikkan suhu bahan secara pelan-pelan sampai mencapai suhu nyala. Pembakaran sempurna adalah pembakaran dimana semua konstituen yang dapat terbakar di dalam bahan bakar membentuk gas CO2, air (= H2O), dan gas SO2, sehingga tak ada lagi bahan yang dapat terbakar tersisa.


Bagian ini memberikan gambaran singkat tentang keistimewaan utama bahan bakar. Energi dari matahari diubah menjadi energi kimia dengan fotosintesa. Namun, sebagaimana kita ketahui, bila kita membakar tanaman atau kayu kering, menghasilkan energi dalam bentuk panas dan cahaya, kita melepaskan energi matahari yang sesungguhnya tersimpan dalam tanaman atau kayu melalui fotosintesa. Kita tahu bahwa hampir kebanyakan di dunia pada saat ini kayu bukan merupakan sumber utama bahan bakar. Kita umumnya menggunakan gas alam atau minyak bakar di rumah kita, dan kita menggunakan terutama minyak bakar dan batubara untuk memanaskan air menghasilkan steam untuk menggerakan turbin untuk sistim pembangkitan tenaga yang sangat besar. Bahan bakar tersebut – batubara, minyak bakar, dan gas alam –sering disebut sebagai bahan bakar fosil.

Berbagai jenis bahan bakar (seperti bahan bakar cair, padat, dan gas) yang tersedia tergantung pada berbagai faktor seperti biaya, ketersediaan, penyimpanan, handling, polusi dan peletakan boiler, tungku dan peralatan pembakaran lainnya.

Pengetahuan mengenai sifat bahan bakar membantu dalam memilih bahan bakar yang benar untuk keperluan yang benar dan untuk penggunaan bahan bakar yang efisien. Uji laboratorium biasanya digunakan untuk mengkaji sifat dan kualitas bahan bakar.
Silahkan Download File Dalam Format DOCx dan PDF pada link Dibawah Artikel

2. JENIS-JENIS BAHAN BAKAR

A. Bahan Bakar Cair

Bahan bakar cair seperti minyak tungku/ furnace oil dan LSHS (low sulphur heavy stock) terutama digunakan dalam penggunaan industri. Berbagai sifat bahan bakar cair diberikan dibawah ini.

a. Densitas

Densitas didefinisikan sebagai perbandingan massa bahan bakar terhadap volum bahan bakar pada suhu acuan 15°C. Densitas diukur dengan suatu alat yang disebut hydrometer. Pengetahuan mengenai densitas ini berguna untuk penghitungan kuantitatif dan pengkajian kualitas penyalaan. Satuan densitas adalah kg/m3.

b. Specific gravity

Didefinisikan sebagai perbandingan berat dari sejumlah volum minyak bakar terhadap berat air untuk volume yang sama pada suhu tertentu. Densitas bahan bakar, relatif terhadap air, disebut specific gravity. Specific gravity air ditentukan sama dengan 1. Karena specific gravity adalah perbandingan, maka tidak memiliki satuan. Pengukuran specific gravity biasanya dilakukan dengan hydrometer. Specific gravity digunakan dalam penghitungan yang melibatkan berat dan volum. Specific gravity untuk berbagai bahan bakar minyak diberikan dalam tabel dibawah:

Tabel 2 Specific gravity berbagai bahan bakar minyak (diambil dari Thermax India Ltd.)

c. Viskositas

Viskositas suatu fluida merupakan ukuran resistansi bahan terhadap aliran. Viskositas tergantung pada suhu dan berkurang dengan naiknya suhu. Viskositas diukur dengan Stokes / Centistokes. Kadang-kadang viskositas juga diukur dalam Engler, Saybolt atau Redwood. Tiap jenis minyak bakar memiliki hubungan suhu – viskositas tersendiri. Pengukuran viskositas dilakukan dengan suatu alat yang disebut Viskometer. Viskositas merupakan sifat yang sangat penting dalam penyimpanan dan penggunaan bahan bakar minyak. Viskositas mempengaruhi derajat pemanasan awal yang diperlukan untuk handling, penyimpanan dan atomisasi yang memuaskan. Jika minyak terlalu kental,maka akan menyulitkan dalam pemompaan, sulit untuk menyalakan burner, dan sulit dialirkan. Atomisasi yang jelek akam mengakibatkan terjadinya pembentukan endapan karbon pada ujung burner atau pada dinding-dinding. Oleh karena itu pemanasan awal penting untuk atomisasi yang tepat.

d. Titik Nyala

Titik nyala suatu bahan bakar adalah suhu terendah dimana bahan bakar dapat dipanaskan sehingga uap mengeluarkan nyala sebentar bila dilewatkan suatu nyala api. Titik nyala untuk minyak tungku/ furnace oil adalah 66 0C.

e. Titik Tuang

Titik tuang suatu bahan bakar adalah suhu terendah dimana bahan bakar akan tertuang atau mengalir bila didinginkan dibawah kondisi yang sudah ditentukan. Ini merupakan indikasi yang sangat kasar untuk suhu terendah dimana bahan bakar minyak siap untuk dipompakan.

f. Panas Jenis

Peralatan Termal: Bahan Bakar dan Pembakaran Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia – www.energyefficiencyasia.org ©UNEP 3

Panas jenis adalah jumlah kKal yang diperlukan untuk menaikan suhu 1 kg minyak sebesar 10C. Satuan panas jenis adalah kkal/kg0C. Besarnya bervariasi mulai dari 0,22 hingga 0,28 tergantung pada specific gravity minyak. Panas jenis menentukan berapa banyak steam atau energi listrik yang digunakan untuk memanaskan minyak ke suhu yang dikehendaki. Minyak ringan memiliki panas jenis yang rendah, sedangkan minyak yang lebih berat memiliki panas jenis yang lebih tinggi.

g. Nilai Kalor

Nilai kalor merupakan ukuran panas atau energi yang dihasilkan., dan diukur sebagai nilai kalor kotor/ gross calorific value atau nilai kalor netto/ nett calorific value. Perbedaannya ditentukan oleh panas laten kondensasi dari uap air yang dihasilkan selama proses pembakaran. Nilai kalor kotor/. gross calorific value (GCV) mengasumsikan seluruh uap yang dihasilkan selama proses pembakaran sepenuhnya terembunkan/terkondensasikan. Nilai kalor netto (NCV) mengasumsikan air yang keluar dengan produk pengembunan tidak seluruhnya terembunkan. Bahan bakar harus dibandingkan berdasarkan nilai kalor netto. Nilai kalor batubara bervariasi tergantung pada kadar abu, kadar air dan jenis batu baranya sementara nilai kalor bahan bakar minyak lebih konsisten. GCV untuk beberapa jenis bahan bakar cair yang umum digunakan terlihat dibawah ini:

Tabel 2 Nilai kalor kotor (GCV) untuk beberapa bahan bakar minyak (diambil dari Thermax India Ltd.)

h. Sulfur

Jumlah sulfur dalam bahan bakar minyak sangat tergantung pada sumber minyak mentah dan pada proses penyulingannya. Kandungan normal sulfur untuk residu bahan bakar minyak (minyak furnace) berada pada 2-4 %. Kandungan sulfur untuk berbagai bahan bakar minyak ditunjukkan pada tabel di bawah ini :

Tabel 3 Persentase sulfur untuk berbagai bahan bakar minyak (diambil dari Thermax India Ltd.)

Kerugian utama dari adanya sulfur adalah resiko korosi oleh asam sulfat yang terbentuk selama dan sesudah pembakaran, dan pengembunan di cerobong asap, pemanas awal udara dan economizer.

i. Kadar Abu

Kadar abu erat kaitannya dengan bahan inorganik atau garam dalam bahan bakar minyak. Kadar abu pada distilat bahan bakar diabaikan. Residu bahan bakar memiliki kadar abu yang tinggi. Garam-garam tersebut mungkin dalam bentuk senyawa sodium, vanadium, kalsium, magnesium, silikon, besi, alumunium, nikel, dll. Umumnya, kadar abu berada pada kisaran 0,03 – 0,07 %. Abu yang berlebihan dalam bahan bakar cair dapat menyebabkan pengendapan kotoran pada peralatan pembakaran. Abu memiliki pengaruh erosi pada ujung burner, menyebabkan kerusakan pada refraktori pada suhu tinggi dapat meningkatkan korosi suhu tinggi dan penyumbatan peralatan.

j. Residu Karbon

Residu karbon memberikan kecenderungan pengendapan residu padat karbon pada permukaan panas, seperti burner atau injeksi nosel, bila kandungan yang mudah menguapnya menguap. Residu minyak mengandung residu karbon 1 persen atau lebih.

k. Kadar Air

Kadar air minyak tungku/furnace pada saat pemasokan umumnya sangat rendah sebab produk disuling dalam kondisi panas. Batas maksimum 1% ditentukan sebagai standar. Air dapat berada dalam bentuk bebas atau emulsi dan dapat menyebabkan kerusakan dibagian dalam permukaan tungku selama pembakaran terutama jika mengandung garam terlarut. Air juga dapat menyebabkan percikan nyala api di ujung burner, yang dapat mematikan nyala api, menurunkan suhu nyala api atau memperlama penyalaan. Spesifikasi khusus bahan bakar minyak terlihat pada tabel dibawah.


Tabel 4. Spesifikasi khusus bahan bakar minyak (diambil dari Thermax India Ltd.)

l. Penyimpanan Bahan Bakar Minyak

Akan sangat berbahaya bila menyimpan minyak bakar dalam tong. Cara yang lebih baik adalah menyimpannya dalam tangki silinder, diatas maupun dibawah tanah. Minyak bakar yang dikirim umumnya masih mengandung debu, air dan bahan pencemar lainnya. Ukuran tangki penyimpan minyak bakar sangatlah penting.

Perkiraan ukuran penyimpan yang direkomendasikan sedikitnya untuk 10 hari konsumsi normal. Tangki penyimpan bahan bakar untuk industri pada umumnya digunakan tangki mild steel tegak yang diletakkan diatas tanah. Untuk alasan keamanan dan lingkungan, perlu dibuat dinding disekitar tangki penyimpan untuk menahan aliran bahan bakar jika terjadi kebocoran.

Pengendapan sejumlah padatan dan lumpur akan terjadi pada tangki dari waktu ke waktu, tangki harus dibersihkan secara berkala: setiap tahun untuk bahan bakar berat dan setiap dua tahun untuk bahan bakar ringan. Pada saat bahan bakar dialirkan dari kapal tanker ke tangki penyimpan, harus dijaga dari terjadinya kebocoran-kebocoran pada sambungan, flens dan pipa-pipa. Bahan bakar minyak harus bebas dari pencemar seperti debu, lumpur dan air sebelum diumpankan ke sistim pembakaran.

B. Bahan Bakar Padat

Baban bakar : nilai panas dan sifat pembakaran Bahan bakar padat yang penting ialah batu bara dan kokas. Batu bara : merupakan campuran karbon, hidrokarbon, dan sedikit bahan mineral. Makin tua batu bara, makin tinggi kadar karbonnya (batu bara mineral, antrasit). Sebaliknya batu bara muda (batu bara coklat) mengandung lebih banyak hidrokarbon.

Batu bara diperoleh dari tambang batu bara di bawah tanah atau tambang batu bara terbuka. Pengolahan batu bara agar siap pakai hanya terbatas pada proses pengecilan ukuran dan klasifikasi menurut besar dan mutunya.

Batu bara dipakai terutama untuk tujuan-tujuan pembangkitan panas (membuat kukus, memanaskan ruangan dll). Pembakarannya dilakukan dalam bentuk potongan atau dalam bentuk serbuk halus. Alat pembakar batu bara yang masih dalam bentuk potongan ialah kisi berjalan (chain grate) yang dihembus dengan udara, sedangkan serbuk batu bara menggunakan pembakar yang disertai penginjeksian udara.

Komposisi kimiawi batubara berpengaruh kuat pada daya pembakarannya. Sifat-sifat batubara secara luas dik lasifikasikan kedalam sifat fisik dan sifat kimia.

a. Sifat fisik dan kimia batubara

Sifat fisik batubara termasuk nilai panas, kadar air, bahan mudah menguap dan abu. Sifat kimia batubara tergantung dari kandungan berbagai bahan kimia seperti karbon, hidrogen, oksigen, dan sulfur. Nilai kalor batubara beraneka ragam dari tambang batubara yang satu ke yang lainnya. Batubara yang umum digunakan, contohnya pada industri adalah batubara bituminous dan sub-bituminous. Pengelompokan batubara berdasarkan nilai kalornya adalah sebagai berikut:

*GCV lignit pada ‘as received basis’ adalah 2500 –3000

b. Analisis batubara

Terdapat dua metode untuk menganalisis batubara: analisis ultimate dan analisis proximate. Analisis ultimate menganalisis seluruh elemen komponen batubara, padat atau gas dan analisis proximate meganalisis hanya fixed carbon, bahan yang mudah menguap, kadar air dan persen abu. Analisis ultimate harus dilakukan oleh laboratorium dengan peralatan yang lengkap oleh ahli kimia yang trampil, sedangkan analisis proximate dapat dilakukan dengan peralatan yang sederhana. (Catatan: proximate tidak ada hubungannya dengan kata “approximate”).

Penentuan kadar air

Penentuan kadar air dilakukan dengan menempatkan sampel bahan baku batubara yang dihaluskan sampai ukuran 200-mikron dalam krus terbuka, kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 108 +2 oC dan diberi penutup. Sampel kemudian didinginkan hingga suhu kamar dan ditimbang lagi. Kehilangan berat merupakan kadar airnya.

Pengukuran bahan yang mudah menguap (volatile matter)

Sampel batubara halus yang masih baru ditimbang, ditempatkan pada krus tertutup, kemudian dipanaskan dalam tungku pada suhu 900 + 15 oC. Sampel kemudian didinginkan dan dtimbang. Sisanya berupa kokas (fixed carbon dan abu). Metodologi rinci untuk penentuan kadar karbon dan abu, merujuk pada IS 1350 bagian I: 1984, bagian III, IV.

Pengukuran karbon dan abu

Tutup krus dari dari uji bahan mudah menguap dibuka, kemudian krus dipanaskan dengan pembakar Bunsen hingga seluruh karbon terbakar. Abunya ditimbang, yang merupakan abu yang tidak mudah terbakar. Perbedaan berat dari penimbangan sebelumnya merupakan fixed carbon. Dalam praktek, Fixed Carbon atau FC

Analisis proximate

Analisis proximate menunjukan persen berat dari fixed carbon, bahan mudah menguap, abu, dan kadar air dalam batubara. Jumlah fixed carbon dan bahan yang mudah menguap secara langsung turut andil terhadap nilai panas batubara. Fixed carbon bertindak sebagai pembangkit utama panas selama pembakaran. Kandungan bahan yang mudah menguap yang tinggi menunjukan mudahnya penyalaan bahan bakar.

Analisis Ultimate

Analsis ultimate menentukan berbagai macam kandungan kimia unsur- unsur seperti karbon, hidrogen, oksigen, sulfur, dll. Analisis ini berguna dalam penentuan jumlah udara yang diperlukan untuk pemakaran dan volum serta komposisi gas pembakaran. Informasi ini diperlukan untuk perhitungan suhu nyala dan perancangan saluran gas buang dll.

Hubungan antara analisis ultimate dengan analisis proximate

Catatan: persamaan diatas berlaku untuk batubara dengan kadar air lebih besar dari 15%

c. Penyimpanan, handling dan persiapan batubara

Ketidaktentuan dalam ketersediaan dan pengangkutan bahan bakar mengharuskan dilakukannya penyimpanan dan penanganan untuk kebutuhan berikutnya. Kesulitan yang ada pada penyimpanan batubara adalah diperlukannya bangunan gudang penyimpanan, adanya hambatan masalah tempat, penuruan kualitas dan potensi terjadinya kebakaran. Kerugian kerugian kecil lainnya adalah oksidasi, angin dan kehilangan karpet.

Oksidasi 1% batubara memiliki efek yang sama dengan kandunag abu 1% dalam batubara. Kehilangan karena angina mencapai 0,5 – 1,0 % dari kerugian total. Penyimpanan batubara yang baik akan meminimalkan kehilangan karpet dan kerugian terjadinya pembakaran mendadak. Pembentukan “karpet lunak”, dari batubara halus dan tanah, menyebabkan kehilangan karpet. Jika suhu naik secara perlahan dalam tumpukan batubara, maka dapat terjadi oksidasi yang akan menyebabkan pembakaran yang mendadak dari batubara yang disimpan.

Kehilangan karpet dapat dikurangi dengan cara:

1. Mengeraskan permukaan tanah untuk penyimpanan batubara
2. Membuat tempat penyimpanan standar yang terbuat dari beton dan bata

Bongkahan batubara yang besar dan tidak beraturan dapat menyebabkan permasalahan sebagai berikut:

1. Kondisi pembakaran yang buruk dan suhu tungku yang tidak mencukupi
2. Udara berlebih yang terlalu banyak mengakibatkan kerugian cerobong yang tinggi
3. Meningkatnya bahan yang tidak terbakar dalam abu
4. Rendahnya efisiensi termal

C. Bahan Bakar Gas

Yang termasuk ke dalam jenis bahan bakar gas adalah gas bumi, gas kota (yang dibuat dari batu bara), propana, butana, asetilina, hidrogen dsb. Bahan bakar tersebut sebagian besar digunakan untuk menghasilkan panas (memanaskan ruang, pengelasan, pelelehan logam). Pencampuran gas dengan udara (oksigen) berlangsung dalam pernbakar gas.

Gas bumi

Merupakan campuran gas yang sebagian besar terdiri dari metana. Gas bumi berada di bawah pemukaan bumi secara tersendiri ataupun bersama minyak bumi. Pengambilan dilakukan dengan membuat sumur gas atau sumur minyak. Dari sumur tersebut (di Eropa Barat, terutama Belanda) gas tersebut dialirkan melalui pipa-pipa kekonsumen. Gas bumi tidak beracun. Nilai panasnya lebih dari dua kali nilai panas gas kota.

a. Jenis Jenis Bahan Bakar Gas

Berikut adalah daftar jenis-jenis bahan bakar gas:

# Bahan bakar yang secara alami didapatkan dari alam:

* Gas alam
* Metan dari penambangan batubara

# Bahan bakar gas yang terbuat dari bahan bakar padat

* Gas yang terbentuk dari batubara
* Gas yang terbentuk dari limbah dan biomasa

# Dari proses industri lainnya (gas blast furnace)

* Gas yang terbuat dari minyak bumi
* Gas Petroleum cair (LPG)
* Gas hasil penyulingan
* Gas dari gasifikasi minyak
* Gas-gas dari proses fermentasi

Bahan bakar bentuk gas yang biasa digunakan adalah gas petroleum cair (LPG), gas alam, gas hasil produksi, gas blast furnace, gas dari pembuatan kokas, dll. Nilai panas bahan bakar gas dinyatakan dalam Kilokalori per normal meter kubik (kKal/Nm3) ditentukan pada suhu normal (20 0C) dan tekanan normal (760 mm Hg).

b. Sifat-sifat bahan bakar gas

Karena hampir semua peralatan pembakaran gas tidak dapat menggunakan kadungan panas dari uap air, maka perhatian terhadap nilai kalor kotor (GCV) menjadi kurang. Bahan bakar harus dibandingkan berdasarkan nilai kalor netto (NCV). Hal ini benar terutama untuk gas alam, dimana kadungan hidrogen akan meningkat tinggi karena adanya reaksi pembentukan air selama pembakaran.

Tabel . Sifat-sifat fisik dan kimia berbagai bahan bakar gas

* LPG

LPG terdiri dari campuran utama propan dan Butan dengan sedikit persentase hidrokarbon tidak jenuh (propilen dan butilene) dan beberapa fraksi C2 yang lebih ringan dan C5 yang lebih berat. Senyawa yang terdapat dalam LPG adalah propan (C3H8), Propilen (C3H6), normal dan iso-butan (C4H10) dan Butilen (C4H8). LPG merupakan campuran dari hidrokarbon tersebut yang berbentuk gas pada tekanan atmosfir, namun dapat diembunkan menjadi bentuk cair pada suhu normal, dengan tekanan yang cukup besar. Walaupun digunakan sebagai gas, namun untuk kenyamanan dan kemudahannya, disimpan dan ditransport dalam bentuk cair dengan tekanan tertentu. LPG cair, jika menguap membentuk gas dengan volum sekitar 250 kali.

* Gas alam

Metan merupakan kandungan utama gas alam yang mencapai jumlah sekitar 95% dari volum total. Komponen lainnya adalah: Etan, Propan, Pentan, Nitrogen, Karbon Dioksida, dan gasgas lainnya dalam jumlah kecil. Sulfur dalam jumlah yang sangat sedikit juga ada. Karena metan merupakan komponen terbesar dari gas alam, biasanya sifat metan digunakan untuk membandingkan sifat-sifat gas alam terhadap bahan bakar lainnya.

Gas alam merupakan bahan bakar dengan nilai kalor tinggi yang tidak memerlukan fasilitas penyimpanan. Gas ini bercampur dengan udara dan tidak menghasilkan asap atau jelaga. Gas ini tidak juga mengandung sulfur, lebih ringan dari udara dan menyebar ke udara dengan mudahnya jika terjadi kebocoran. Perbandingan kadar karbon dalam minyak bakar, batubara dan gas diberikan dalam tabel dibawah.

Tabel . Perbandingan komposisi kimia berbagai bahan bakar

3. PRINSIP-PRINSIP PEMBAKARAN

A. Proses Pembakaran

Pembakaran merupakan oksidasi cepat bahan bakar disertai dengan produksi panas, atau panas dan cahaya. Pembakaran sempurna bahan bakar terjadi hanya jika ada pasokan oksigen yang cukup. Oksigen (O2) merupakan salah satu elemen bumi paling umum yang jumlahnya mencapai 20.9% dari udara. Bahan bakar padat atau cair harus diubah ke bentuk gas sebelum dibakar. Biasanya diperlukan panas untuk mengubah cairan atau padatan menjadi gas. Bahan bakar gas akan terbakar pada keadaan normal jika terdapat udara yang cukup.

Hampir 79% udara (tanpa adanya oksigen) merupakan nitrogen, dan sisanya merupakan elemen lainnya. Nitrogen dianggap sebagai pengencer yang menurunkan suhu yang harus ada untuk mencapai oksigen yang dibutuhkan untuk pembakaran. Nitrogen mengurangi efisiensi pembakaran dengan cara menyerap panas dari pembakaran bahan bakar dan mengencerkan gas buang. Nitrogen juga mengurangi transfer panas pada permukaan alat penukar panas, juga meningkatkan volum hasil samping pembakaran, yang juga harus dialirkan melalui alat penukar panas sampai ke cerobong.

Nitrogen ini juga dapat bergabung dengan oksigen (terutama pada suhu nyala yang tinggi) untuk menghasilkan oksida nitrogen (NOx), yang merupakan pencemar beracun. Karbon, hidrogen dan sulfur dalam bahan bakar bercampur dengan oksigen di udara membentuk karbon dioksida, uap air dan sulfur dioksida, melepaskan panas masing-masing 8.084 kkal, 28.922 kkal dan 2.224 kkal. Pada kondisi tertentu, karbon juga dapat bergabung dengan oksigen membentuk karbon monoksida, dengan melepaskan sejumlah kecil panas (2.430 kkal/kg karbon). Karbon terbakar yang membentuk CO2 akan menghasilkan lebih banyak panas per satuan bahan bakar daripada bila menghasilkan CO atau asap.

Setiap kilogram CO yang terbentuk berarti kehilangan panas 5654 kKal (8084 – 2430).

B. Pembakaran Tiga T

Tujuan dari pembakaran yang baik adalah melepaskan seluruh panas yang terdapat dalam bahan bakar. Hal ini dilakukan dengan pengontrolan “tiga T” pembakaran yaitu

1. Temperature/ suhu yang cukup tinggi untuk menyalakan dan menjaga penyalaan bahan bakar,
2. Turbulence/ Turbulensi atau pencampuran oksigen dan bahan bakar yang baik, dan
3. Time/ Waktu yang cukup untuk pembakaran yang sempurna.

Bahan bakar yang umum digunakan seperti gas alam dan propan biasanya terdiri dari karbon dan hidrogen. Uap air merupakan produk samping pembakaran hidrogen, yang dapat mengambil panas dari gas buang, yang mungkin dapat digunakan untuk transfer panas lebih lanjut. Gas alam mengandung lebih banyak hidrogen dan lebih sedikit karbon per kg daripada bahan bakar minyak, sehingga akan memproduksi lebih banyak uap air.

Sebagai akibatnya, akan lebih banyak panas yang terbawa pada pembuangan saat membakar gas alam. Terlalu banyak, atau terlalu sedikit nya bahan bakar pada jumlah udara pembakaran tertentu, dapat mengakibatkan tidak terbakarnya bahan bakar dan terbentuknya karbon monoksida. Jumlah O2 tertentu diperlukan untuk pembakaran yang sempurna dengan tambahan sejumlah udara (udara berlebih) diperlukan untuk menjamin pembakaran yang sempurna.

Walau demikian, terlalu banyak udara berlebih akan mengakibatkan kehilangan panas dan efisiensi. Tidak seluruh bahan bakar diubah menjadi panas dan diserap oleh peralatan pembangkit. Biasanya seluruh hidrogen dalam bahan bakar terbakar. Saat ini, hampir seluruh bahan bakar untuk boiler, karena dibatasi oleh standar polusi, sudah mengandung sedikit atau tanpa sulfur. Sehingga tantangan utama dalam efisiensi pembakaran adalah mengarah ke karbon yang tidak terbakar (dalam abu atau gas yang tidak terbakar sempurna), yang masih menghasilkan CO selain CO2.

C. Perhitungan Stokiometri Kebutuhan Udara

# Perhitungan stokiometri udara yang dibutuhkan untuk pembakaran minyak bakar

Untuk pembakaran diperlukan udara. Jumlah udara yang diperlukan dapat dihitung dengan menggunakan metode yang diberikan dibawah ini.

Langkah pertama adalah menentukan komposisi minyak bakar. Spesifikasi minyak bakar dari analisis laboratorium diberikan dibawah ini:

Dari data analisis dengan jumlah sampel minyak bakar 100 kg, maka reaksi kimianya adalah sebagai berikut:

12 kg karbon memerlukan 32 kg oksigen membentuk 44 kg karbon dioksida, oleh karena itu 1 kg karbon memerlukan 32/12 kg atau 2,67 kg oksigen

4 kg hidrogen memerlukan 32 kg oksigen membentuk 36 kg air, oleh karena itu 1 kg hidrogen memerlukan 32/4 kg atau 8 kg oksigen.

32 kg sulfur memerlukan 32 kg oksigen membentuk 64 kg sulfur dioksida, oleh karena itu 1 kg sulfur memerlukan 32/32 kg atau 1 kg oksigen

Oksigen total yang dibutuhkan : (229,07+96+0,5) = 325,57 kg

Oksigen yang sudah ada dalam 100 kg bahan bakar (ditentukan) = 0,7 kg

Oksigen tambahan yang diperlukan = 325,57 – 0,7 = 324,87 kg

Jadi, jumlah udara kering yang diperlukan = (324,87) / 0,23

(udara mengandng 23% berat oksigen) = 1412,45 kg udara

Udara teoritis yang diperlukan = (1412,45) / 100 = 14,12 kg udara / kg bahan bakar

Jadi, dari contoh diatas terlihat, untuk membakar setiap kg minyak bakar, diperlukan udara 14,12 kg.

# Perhitungan kandungan CO2 teoritis dalam gas buang

Sangat perlu untuk menghitung kandungan CO2 dalam gas buang, karena dapat digunakan untuk menghitung udara berlebih dalam gas buang. Sejumlah tertentu udara berlebih diperlukan untuk pembakaran sempurna minyak bakar, tetapi jika terlalu banyak udara berlebih dapat menyebabkan kehilangan panas dan terlalu sedikit udara berlebih dapat mengakibatkan pembakaran yang tidak sempurna. CO2 dalam gas buang dapat dihitung sebagai berikut:

Nitrogen dalam gas buang = 1412.45 – 324,87 = 1087,58 kg

% volum CO2 teortis dalam gas buang dihitung seperti dibawah ini:

Mol CO2 dalam gas buang = (314,97) / 44 = 7,16

Mol N2 dalam gas buang = (1087,58) / 28 = 38,84

Mol SO2 dalam gas buang = 1/64 = 0,016

% Volum CO2 teoritis = (MolCO2 x 100) / Mol Total (Kering)

= (7,16 x 100) / (7,16 + 38,84 + 0,016) = 15,5%

# Perhitungan unsur-unsur gas buang dengan udara berlebih

Setelah diketahui kebutuhan udara teoritis dan kandungan CO2 teoritis dalam gas buang, langkah berikutnya adalah mengukur persen CO2 sebenarnya dalam gas buang. Pada perhitungan dibawah diasumsikan bahwa % CO2 terukur dalam gas buang adalah sebesar 10%.

% Udara berlebih = [(% CO2 teoritis / CO2 sebenarnya) – 1] x 100
= [(15,5/10 – 1)] x 100
= 55%

Udara teoritis yang diperlukan untuk 100 kg bahan bakar yang terbakar

= 1412,45 kg

Jumlah total pasokan udara yang diperlukan dengan udara berlebih 55%

= 1412,45 x 1,55 = 2189,30 kg

Jumlah udara berlebih (udara berlebih nyata - teoritis)

= 2189,30 – 1412,45 = 776,85

O2 (23%) = 776,85 x 0,23 = 178,68 kg

N2 (77%) = 776,85 – 178,68 = 598,17 kg

Jumlah kandungan akhir unsur gas buang dengan udara berlebih 55% untuk setiap 100 kg

bahan bakar adalah seperti dibawah ini:

CO2 = 314,97 kg
H2O = 108,00 kg
SO2 = 1 kg
O2 = 178,68 kg
N2 = 1685,75 kg (= 1087,58 dalam udara + 598,17 dalam udara berlebih)

# Perhitungan % volum CO2 teoritis dalam gas buang kering

Setelah didapat hasil perhitungan jumlah unsur dalam satuan berat, kemudian dapat dihitung jumlah unsur berdasarkan satuan volum sebagai berikut:

Mol CO2 dalam gas buang = 314,97 / 44 = 7,16

Mol SO2 dalam gas buang = 1/64 = 0,016

Mol O2 dalam gas buang = 178,68 / 32 = 5,58

Mol N2 dalam gas buang = 1685,75 / 28 = 60,20

% volum CO2 teoritis = (Mol CO2 x 100) / mol total (kering)

= (7,16 x 100) / (7,16 + 0,016 + 5,58 + 60,20) = 10%

% volume O2 teoritis = (5,58 x 100) / 72,956 = 7,5%

DAFTAR PUSTAKA

Thermax India Ltd. Technical Memento
Bureau of Energy Efficiency. Energy Efficiency in Thermal Utilities. Chapter 1. 2004
Petroleum Conservation Research Association. www.pcra.org
Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia – www.energyefficiencyasia.org
Suparni, Rahayu S., Sari Purnavita ,2008; “Kimia Industri SMK Jilid 2”, Penerbit Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Jakarta

MAKALAH PENGOLAHAN AIR LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT DENGAN PROSES LUMPUR AKTIF

MAKALAH PENGOLAHAN AIR LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT DENGAN PROSES LUMPUR AKTIF

MAKALAH

PENGOLAHAN AIR LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT
DENGAN PROSES LUMPUR AKTIF


Disusun Oleh :
Indar Luh Sepdyanuri (101.03.1113)



BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

Pembangunan di berbagai wilayah Indonesia berkembang sangat pesat. Selain berdampak positif, pembangunan ini juga meninggalkan dampak negatif. Dampak negatif ini dapat berupa buangan limbah, yang merupakan buangan dari suatu proses produksi yang sudah tak terpakai lagi. Karena tidak memiliki nilai ekonomi dan daya guna lagi limbah bisa sangat membahayakan bila sudah mencemari lingkungan sekitar terutama untuk limbah yang mengandung bahan kimia yang tak mudah terurai oleh bakteri pengurai. Sumber limbah tersebut dapat berasal dari sisa kegiatan industri, kegiatan domestik bahkan rumah sakit, yang merupakan tempat menyembuhkan orang sakit juga memberikan dampak negatif.

Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat berfungsi sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Salah satu limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit adalah limbah cair. Limbah cair adalah semua bahan buangan yang berbentuk cair yang berasal dari rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme pathogen, bahan kimia beracun, dan radioaktivitas. Limbah cair ini harus diolah dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah supaya ketika dibuang ke lingkungan tidak akan menganggu atau merusak ekosistem lingkungan. Banyak sekali metode atau proses pengolahan yang diterapkan untuk pengolahan limbah cair rumah sakit, diantaranya adalah proses lumpur aktif.

1.2 Permasalahan
Permasalahan yang dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana proses lumpur aktif mampu mengolah limbah cair rumah sakit sehingga ketika dibuang ke lingkungan tidak akan merusak lingkungan.

1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui proses lumpur aktif mampu mengolah limbah cair rumah sakit sehingga ketika dibuang ke lingkungan tidak akan merusak lingkungan.

1.4 Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan informasi tentang pengolahan air limbah rumah sakit yaitu dengan proses lumpur aktif.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Limbah

Menurut Undang-undang Republik Indonesia (UU RI) No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), definisi limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. Definisi secara umum, limbah adalah bahan sisa atau buangan yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi yang sudah tak terpakai lagi, baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan, dan sebagainya. Karena tidak memiliki nilai ekonomi dan daya guna lagi limbah bisa sangat membahayakan bila sudah mencemari lingkungan sekitar terutama untuk limbah yang mengandung bahan kimia yang tak mudah terurai oleh bakteri pengurai. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan debu, cair atau padat.
PENGOLAHAN AIR LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT
Jenis-jenis limbah dari bentuk fisiknya adalah:

1. Limbah padat, yang lebih dikenal sebagai sampah. Bentuk fisiknya padat. Definisi menurut UU No. 18 Tahun 2008, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Contoh: sisa-sisa organisme, barang dari plastik, kaleng, botol, dll.

2. Limbah cair. Bentuk fisiknya cair. Contoh: air buangan rumah tangga, buangan industri, dll.

3. Limbah gas dan partikel. Bentuk fisiknya gas atau partikel halus (debu). Contoh: gas buangan kendaraan (dari knalpot), buangan pembakaran industri.

2.2 Limbah Cair

Sesuai Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP-58/MENLH/12/1995, Tanggal 21 Desember 1995, menyatakan bahwa limbah cair adalah semua bahan buangan berbentuk cair yang berasal dari rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme patogen, bahan kimia beracun dan radioaktivitas.

Secara umum limbah cair merupakan limbah yang berupa cairan dan biasanya jenis limbah cair ini sangat riskan mencemari lingkungan sehingga dikenal sebagai pencemar air dan tanah. Untuk skala industri limbah cair umumnya terdiri dari bahan buangan padat, bahan buangan organik dan bahan buangan anorganik sisa dari hasil produksi sedang limbah yang biasa dihasilkan oleh rumah tangga/domestik dapat berupa air kotor dari pemakaian mandi, cuci dan toilet. Di manapun ia dibuang akan mencemari tempat pembuangannya, baik di tanah maupun di air. Oleh karena itu, harus dilakukan pengolahan air limbah baik dari perumahan maupun industri. Di kawasan industri air limbah diolah dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Di perumahan, tempat pembuangan air kakus adalah septictank, ini adalah bentuk pengolahan limbah tinja secara individual, sedangkan air limbah lainnya masuk ke selokan.

2.3 Air Limbah Rumah Sakit

Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan sebagai upaya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat tersebut. Rumah sakit sebagai salah satu upaya peningkatan kesehatan tidak hanya terdiri dari balai pengobatan dan tempat praktik dokter saja, tetapi juga ditunjang oleh unit-unit lainnya, seperti ruang operasi, laboratorium, farmasi, administrasi, dapur, laundry, pengolahan sampah dan limbah, serta penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan.

Selain membawa dampak positif bagi masyarakat, yaitu sebagai tempat menyembuhkan orang sakit, rumah sakit juga memiliki kemungkinan membawa dampak negatif. Dampak negatifnya dapat berupa pencemaran dari suatu proses kegiatan, yaitu bila limbah yang dihasilkan tidak dikelola dengan baik.

Air limbah rumah sakit mengandung polutan yang bersifat toksid, infeksius, bahkan radioaktif sehingga berpotensi menimbulkan dampak terhadap pencemaran lingkungan dan kesehatan masyarakat. Disamping itu dengan minimnya jumlah rumah sakit di Indonesia yang memiliki IPAL yaitu sebanyak 36%, dan yang memenuhi persyaratan IPAL sebesar 52% maka potensi dampak yang ditimbulkan akan semakin nyata. Limbah cair rumah sakit dapat mengandung bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dan parameter BOD, COD, TSS, dan lain-lain.

2.4 Instalasi Pengolahan Air Limbah

Pengendalian dampak lingkungan adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah, meminimalkan, dan atau menangani dampak negatif suatu usaha (proyek pembangunan) terhadap lingkungan sehingga kualitas lingkungan tetap terjaga dengan baik. Pengolahan limbah cair mempunyai tujuan untuk menghilangkan unsur-unsur pencemar dari air limbah dan untuk mendapatkan effluent dari pengolahan yang mempunyai kualitas yang dapat diterima oleh badan air penerima, tanpa ada gangguan-gangguan fisik, kimiawi maupun biologi (Djabu, 1990/1991). Instalasi Pengolahan Limbah Cair rumah sakit dibangun dengan maksud untuk mengolah limbah cair yang dihasilkan oleh rumah sakit agar dapat mengurangi, menghilangkan dan menurunkan bahan-bahan yang berbahaya yang terkandung dalam air limbah (Mulia, 2005).


BAB III

STUDI KASUS


Menurut Koamla (2012), metode lumpur aktif memanfaatkan mikroorganisme (terdiri ± 95% bakteri, sisanya protozoa, rotifer, dan jamur) sebagai katalis untuk menguraikan material yang terkandung di dalam air limbah. Proses lumpur aktif merupakan proses aerasi (membutuhkan oksigen). Pada proses ini mikroba tumbuh dalam flok (lumpur) yang terdispersi sehingga terjadi proses degradasi. Proses ini berlangsung dalam reaktor yang dilengkapi recycle/umpan balik lumpur dan cairannya. Lumpur secara aktif mereduksi substrat yang terkandung di dalam air limbah. Tahapan pengolahan air limbah dengan metode lumpur aktif sebagai berikut:


1.Tahap awal
Pada tahap ini dilakukan pemisahan benda-benda asing seperti kayu, bangkai binatang, pasir, dan kerikil. Sisa-sisa partikel digiling agar tidak merusak alat dalam sistem dan limbah dicampur agar laju aliran dan konsentrasi partikel konsisten.

2.Tahap primer
Tahap ini disebut juga tahap pengendapan. Partikel-partikel berukuran suspensi dan partikel-partikel ringan dipisahkan, partikel-partikel berukuran koloid digumpalkan dengan penambahan elektrolit seperti FeCl3, FeCl2, Al2(SO4)3, dan CaO.

3.Tahap sekunder

Tahap sekunder meliputi 2 tahap yaitu tahap aerasi (metode lumpur aktif) dan pengendapan. Pada tahap aerasi oksigen ditambahkan ke dalam air limbah yang sudah dicampur lumpur aktif untuk pertumbuhan dan berkembang biak mikroorganisme dalam lumpur. Dengan agitasi yang baik, mikroorganisme dapat melakukan kontak dengan materi organik dan anorganik kemudian diuraikan menjadi senyawa yang mudah menguap seperti H2S dan NH3sehingga mengurangi bau air limbah. Tahap selanjutnya dilakukan pengendapan. Lumpur aktif akan mengendap kemudian dimasukkan ke tangki aerasi, sisanya dibuang. Lumpur yang mengendap inilah yang disebut lumpur bulki.

4.Tahap tersier

Tahap ini disebut tahap pilihan. Tahap ini biasanya untuk memisahkan kandungan zat-zat

yang tidak ramah lingkungan seperti senyawa nitrat, fosfat, materi organik yang sukar terurai, dan padatan anorganik.

Pengolahan air limbah dengan proses lumpur aktif menurut Hardiyanti (2012) secara umum terdiri dari bak pengendap awal, bak aerasi dan bak pengendap akhir, serta bak khlorinasi untuk membunuh bakteri patogen. Secara umum proses pengolahannya adalah sebagai berikut. Air limbah yang berasal dari rumah sakit ditampung ke dalam bak penampung air limbah. Bak penampung ini berfungsi sebagai bak pengatur debit air limbah serta dilengkapi dengan saringan kasar untuk memisahkan kotoran yang besar. Kemudian, air limbah dalam bak penampung di pompa ke bak pengendap awal. Bak pengendap awal berfungsi untuk menurunkan padatan tersuspensi (Suspended Solids) sekitar 30 - 40 %, serta BOD sekitar 25 % . Air limpasan dari bak pengendap awal dialirkan ke bak aerasi secara gravitasi. Di dalam bak aerasi ini air limbah dihembus dengan udara sehingga mikro organisme yang ada akan menguraikan zat organik yang ada dalam air limbah. Energi yang didapatkan dari hasil penguraian zat organik tersebut digunakan oleh mikrorganisme untuk proses pertumbuhannya. Dengan demikian didalam bak aerasi tersebut akan tumbuh dan berkembang biomasa dalam jumlah yang besar. Biomasa atau mikroorganisme inilah yang akan menguaraikan senyawa polutan yang ada di dalam air limbah.

Pengolahan air limbah dengan proses lumpur aktif secara umum terdiri dari bak pengendapan awal, bak aerasi, dan bak pengendap akhir, serta bak khlorinasi untuk membunuh bakteri pathogen. Secara umum pengolahannya adalah sebagai berikut.

Pertama-tama, air limbah ditampung di bak penampung air limbah. Bak penampung ini berfungsi sebagai bak pengatur debit air limbah serta dilengkapi dengan saringan kasar untuk memisahkan kotoran yang besar. Kemudian air limbah dalam bak penampung dipompa ke bak pengendapan awal. Bak pengendapan awal berfungsi untuk menurunkan padatan tersuspensi (suspended solids) sekitar 30%-40%, serta BOD (oksigen yang dibutuhkan) sekitar 25%. Air limpasan dari bak pengendapan awal dialirkan ke bak aerasi secara gravitasi. Di dalam bak aerasi ini, air limbah dihembus dengan udara sehingga mikroorganisme yang ada akan menguraikan zat organic yang ada dalam air limbah.

Energy yang didapatkan dari hasil penguraian zat organic tersebut digunakan oleh mikroorganisme untuk proses pertumbuhannya. Dengan demikian, di dalam bak aerasi tersebut akan tumbuh dan berkembang biomassa dalam jumlah yang besar. Biomassa atau mikroorganisme inilah yang akan menguraikan senyawa polutan yang ada dalam air limbah.

Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini lumpur aktif yang mengandung massa mikroorganisme diendapkan dan dipompa kembali ke bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Air limpasa (over flow) dari bak pengendap akhir dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak kontaktor khlor ini air limbah dikontakkan dengan senyawa khlor untuk membunuh mikroorganisme pathogen. Air olahan, yakni air yang telah keluar setelah proses khlorinasi dapat langsung dibuang ke sungai atau saluran umum. Dengan proses ini air limbah dengan konsentrasi BOD tertentu dapat diturunkan kadar BODnya.

Surplus dari bak pengendap awal maupun akhit ditampung dalam bak pengering lumpur, sedangkan air resapannya ditampung kembali di bak penampung air limbah. Keunggulan proses lumpur aktif ini adalah dapat mengolah air limbah dengan BOD yang besar, sehingga tidak memerlukan tempat yang besar. Proses ini cocok digunakan untuk mengolah air limbah dalam jumlah yang besar. Sedangkan kelemahannya, yakni kemungkinan dapat terjadi bulking pada lumpur aktifnya, terjadi buih, serta jumlah lumpur yang dihasilkan cukup besar.

Berikut adalah skema pengolahan air limbah rumah sakit dengan menggunakan proses lumpur aktif:


(Anonim, 2012)
Setelah melalui pengolahan air limbah rumah sakit dengan proses lumpur aktif tersebut, air limbah rumah sakit dapat dibuang ke lingkungan dengan aman. Artinya, air limbah rumah sakit tidak lagi mencemari lingkungan dan tidak mengganggu ekosistem lingkungan, sehingga keseimbangan ekosistem tetap terjaga.


BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN



1. Kesimpulan

Kesimpulan dari pembahasan malakah ini adalah:

a. Sebelum dibuang ke lingkungan air limbah harus diolah dulu supaya tidak mengganggu atau merusak ekosistem lingkungan.

b. Pengolahan air limbah proses lumpur aktif merupakan salahm satu metode yang bagus untuk pengolahan air limbah rumah sakit.

2. Saran

Saran yang dapat diberikan adalah:

Setiap rumah sakit seharusnya memiliki IPAL yang memadai untuk pengolahan air limbah.

Para pakar lingkungan seharusnya memberikan pengetahuan tentang pengolahan limbah terhadap masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Proses Air Limbah Rumah Sakit Memakai Biofilter Anaerob - Aerob. http://environmentalsanitation.wordpress.com/2012/11/20/proses-air-limbah-rumah-sakit-memakai-sistem-biofilter-anaerob-aerob/
Djabu, U, Koesmantoro, Soeparman., D. Sanropie, Indariwati, N. Marlina., A.R. Soemini, Madelan, Pardjono, M. Mantariputra, T. Supriyo, D. Sugery, E. Triastuti. 1990/1991. Pedoman Bidang Studi Pembuagan Tinja Dan Air Limbah Pada Instituti Pendidikan Sanitasi/Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Depkes RI - Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan.
Hardiyanti, Tutut. Pengolahan Air Limbah dengan proses Lumpur Aktif. 2012. http://tutut-hardiyanti.blogspot.com/2012/07/pengolahan-air-limbah-dengan-proses.html
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP – 58 / MENLH / 12 / 1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Ramah Sakit.
Komala, Reza Pratama. 2012. Lumpur Aktif dan Proses Oksadasi dalam pengolahan Air Limbah. http://reyzapratama.blogspot.com/2012/05/lumpur-aktif-dan-proses-oksidasi-dalam.html
Mulia, R. 2005. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta : Graha Ilmu. Hlm : 67-82