MAKALAH PEMBAKARAN | Teknik Kimia | Kuliah

1. PENDAHULUAN

Pembakaran adalah reaksi kimia yang cepat antara oksigen dan bahan yang dapat terbakar, disertai timbulnya cahaya dan menghasilkan kalor. Pembakaran spontan adalah pembakaran dimana bahan mengalami oksidasi perlahanlahan sehingga kalor yang dihasilkan tidak dilepaskan, akan tetapi dipakai untuk menaikkan suhu bahan secara pelan-pelan sampai mencapai suhu nyala. Pembakaran sempurna adalah pembakaran dimana semua konstituen yang dapat terbakar di dalam bahan bakar membentuk gas CO2, air (= H2O), dan gas SO2, sehingga tak ada lagi bahan yang dapat terbakar tersisa.


Bagian ini memberikan gambaran singkat tentang keistimewaan utama bahan bakar. Energi dari matahari diubah menjadi energi kimia dengan fotosintesa. Namun, sebagaimana kita ketahui, bila kita membakar tanaman atau kayu kering, menghasilkan energi dalam bentuk panas dan cahaya, kita melepaskan energi matahari yang sesungguhnya tersimpan dalam tanaman atau kayu melalui fotosintesa. Kita tahu bahwa hampir kebanyakan di dunia pada saat ini kayu bukan merupakan sumber utama bahan bakar. Kita umumnya menggunakan gas alam atau minyak bakar di rumah kita, dan kita menggunakan terutama minyak bakar dan batubara untuk memanaskan air menghasilkan steam untuk menggerakan turbin untuk sistim pembangkitan tenaga yang sangat besar. Bahan bakar tersebut – batubara, minyak bakar, dan gas alam –sering disebut sebagai bahan bakar fosil.

Berbagai jenis bahan bakar (seperti bahan bakar cair, padat, dan gas) yang tersedia tergantung pada berbagai faktor seperti biaya, ketersediaan, penyimpanan, handling, polusi dan peletakan boiler, tungku dan peralatan pembakaran lainnya.

Pengetahuan mengenai sifat bahan bakar membantu dalam memilih bahan bakar yang benar untuk keperluan yang benar dan untuk penggunaan bahan bakar yang efisien. Uji laboratorium biasanya digunakan untuk mengkaji sifat dan kualitas bahan bakar.
Silahkan Download File Dalam Format DOCx dan PDF pada link Dibawah Artikel

2. JENIS-JENIS BAHAN BAKAR

A. Bahan Bakar Cair

Bahan bakar cair seperti minyak tungku/ furnace oil dan LSHS (low sulphur heavy stock) terutama digunakan dalam penggunaan industri. Berbagai sifat bahan bakar cair diberikan dibawah ini.

a. Densitas

Densitas didefinisikan sebagai perbandingan massa bahan bakar terhadap volum bahan bakar pada suhu acuan 15°C. Densitas diukur dengan suatu alat yang disebut hydrometer. Pengetahuan mengenai densitas ini berguna untuk penghitungan kuantitatif dan pengkajian kualitas penyalaan. Satuan densitas adalah kg/m3.

b. Specific gravity

Didefinisikan sebagai perbandingan berat dari sejumlah volum minyak bakar terhadap berat air untuk volume yang sama pada suhu tertentu. Densitas bahan bakar, relatif terhadap air, disebut specific gravity. Specific gravity air ditentukan sama dengan 1. Karena specific gravity adalah perbandingan, maka tidak memiliki satuan. Pengukuran specific gravity biasanya dilakukan dengan hydrometer. Specific gravity digunakan dalam penghitungan yang melibatkan berat dan volum. Specific gravity untuk berbagai bahan bakar minyak diberikan dalam tabel dibawah:

Tabel 2 Specific gravity berbagai bahan bakar minyak (diambil dari Thermax India Ltd.)

c. Viskositas

Viskositas suatu fluida merupakan ukuran resistansi bahan terhadap aliran. Viskositas tergantung pada suhu dan berkurang dengan naiknya suhu. Viskositas diukur dengan Stokes / Centistokes. Kadang-kadang viskositas juga diukur dalam Engler, Saybolt atau Redwood. Tiap jenis minyak bakar memiliki hubungan suhu – viskositas tersendiri. Pengukuran viskositas dilakukan dengan suatu alat yang disebut Viskometer. Viskositas merupakan sifat yang sangat penting dalam penyimpanan dan penggunaan bahan bakar minyak. Viskositas mempengaruhi derajat pemanasan awal yang diperlukan untuk handling, penyimpanan dan atomisasi yang memuaskan. Jika minyak terlalu kental,maka akan menyulitkan dalam pemompaan, sulit untuk menyalakan burner, dan sulit dialirkan. Atomisasi yang jelek akam mengakibatkan terjadinya pembentukan endapan karbon pada ujung burner atau pada dinding-dinding. Oleh karena itu pemanasan awal penting untuk atomisasi yang tepat.

d. Titik Nyala

Titik nyala suatu bahan bakar adalah suhu terendah dimana bahan bakar dapat dipanaskan sehingga uap mengeluarkan nyala sebentar bila dilewatkan suatu nyala api. Titik nyala untuk minyak tungku/ furnace oil adalah 66 0C.

e. Titik Tuang

Titik tuang suatu bahan bakar adalah suhu terendah dimana bahan bakar akan tertuang atau mengalir bila didinginkan dibawah kondisi yang sudah ditentukan. Ini merupakan indikasi yang sangat kasar untuk suhu terendah dimana bahan bakar minyak siap untuk dipompakan.

f. Panas Jenis

Peralatan Termal: Bahan Bakar dan Pembakaran Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia – www.energyefficiencyasia.org ©UNEP 3

Panas jenis adalah jumlah kKal yang diperlukan untuk menaikan suhu 1 kg minyak sebesar 10C. Satuan panas jenis adalah kkal/kg0C. Besarnya bervariasi mulai dari 0,22 hingga 0,28 tergantung pada specific gravity minyak. Panas jenis menentukan berapa banyak steam atau energi listrik yang digunakan untuk memanaskan minyak ke suhu yang dikehendaki. Minyak ringan memiliki panas jenis yang rendah, sedangkan minyak yang lebih berat memiliki panas jenis yang lebih tinggi.

g. Nilai Kalor

Nilai kalor merupakan ukuran panas atau energi yang dihasilkan., dan diukur sebagai nilai kalor kotor/ gross calorific value atau nilai kalor netto/ nett calorific value. Perbedaannya ditentukan oleh panas laten kondensasi dari uap air yang dihasilkan selama proses pembakaran. Nilai kalor kotor/. gross calorific value (GCV) mengasumsikan seluruh uap yang dihasilkan selama proses pembakaran sepenuhnya terembunkan/terkondensasikan. Nilai kalor netto (NCV) mengasumsikan air yang keluar dengan produk pengembunan tidak seluruhnya terembunkan. Bahan bakar harus dibandingkan berdasarkan nilai kalor netto. Nilai kalor batubara bervariasi tergantung pada kadar abu, kadar air dan jenis batu baranya sementara nilai kalor bahan bakar minyak lebih konsisten. GCV untuk beberapa jenis bahan bakar cair yang umum digunakan terlihat dibawah ini:

Tabel 2 Nilai kalor kotor (GCV) untuk beberapa bahan bakar minyak (diambil dari Thermax India Ltd.)

h. Sulfur

Jumlah sulfur dalam bahan bakar minyak sangat tergantung pada sumber minyak mentah dan pada proses penyulingannya. Kandungan normal sulfur untuk residu bahan bakar minyak (minyak furnace) berada pada 2-4 %. Kandungan sulfur untuk berbagai bahan bakar minyak ditunjukkan pada tabel di bawah ini :

Tabel 3 Persentase sulfur untuk berbagai bahan bakar minyak (diambil dari Thermax India Ltd.)

Kerugian utama dari adanya sulfur adalah resiko korosi oleh asam sulfat yang terbentuk selama dan sesudah pembakaran, dan pengembunan di cerobong asap, pemanas awal udara dan economizer.

i. Kadar Abu

Kadar abu erat kaitannya dengan bahan inorganik atau garam dalam bahan bakar minyak. Kadar abu pada distilat bahan bakar diabaikan. Residu bahan bakar memiliki kadar abu yang tinggi. Garam-garam tersebut mungkin dalam bentuk senyawa sodium, vanadium, kalsium, magnesium, silikon, besi, alumunium, nikel, dll. Umumnya, kadar abu berada pada kisaran 0,03 – 0,07 %. Abu yang berlebihan dalam bahan bakar cair dapat menyebabkan pengendapan kotoran pada peralatan pembakaran. Abu memiliki pengaruh erosi pada ujung burner, menyebabkan kerusakan pada refraktori pada suhu tinggi dapat meningkatkan korosi suhu tinggi dan penyumbatan peralatan.

j. Residu Karbon

Residu karbon memberikan kecenderungan pengendapan residu padat karbon pada permukaan panas, seperti burner atau injeksi nosel, bila kandungan yang mudah menguapnya menguap. Residu minyak mengandung residu karbon 1 persen atau lebih.

k. Kadar Air

Kadar air minyak tungku/furnace pada saat pemasokan umumnya sangat rendah sebab produk disuling dalam kondisi panas. Batas maksimum 1% ditentukan sebagai standar. Air dapat berada dalam bentuk bebas atau emulsi dan dapat menyebabkan kerusakan dibagian dalam permukaan tungku selama pembakaran terutama jika mengandung garam terlarut. Air juga dapat menyebabkan percikan nyala api di ujung burner, yang dapat mematikan nyala api, menurunkan suhu nyala api atau memperlama penyalaan. Spesifikasi khusus bahan bakar minyak terlihat pada tabel dibawah.


Tabel 4. Spesifikasi khusus bahan bakar minyak (diambil dari Thermax India Ltd.)

l. Penyimpanan Bahan Bakar Minyak

Akan sangat berbahaya bila menyimpan minyak bakar dalam tong. Cara yang lebih baik adalah menyimpannya dalam tangki silinder, diatas maupun dibawah tanah. Minyak bakar yang dikirim umumnya masih mengandung debu, air dan bahan pencemar lainnya. Ukuran tangki penyimpan minyak bakar sangatlah penting.

Perkiraan ukuran penyimpan yang direkomendasikan sedikitnya untuk 10 hari konsumsi normal. Tangki penyimpan bahan bakar untuk industri pada umumnya digunakan tangki mild steel tegak yang diletakkan diatas tanah. Untuk alasan keamanan dan lingkungan, perlu dibuat dinding disekitar tangki penyimpan untuk menahan aliran bahan bakar jika terjadi kebocoran.

Pengendapan sejumlah padatan dan lumpur akan terjadi pada tangki dari waktu ke waktu, tangki harus dibersihkan secara berkala: setiap tahun untuk bahan bakar berat dan setiap dua tahun untuk bahan bakar ringan. Pada saat bahan bakar dialirkan dari kapal tanker ke tangki penyimpan, harus dijaga dari terjadinya kebocoran-kebocoran pada sambungan, flens dan pipa-pipa. Bahan bakar minyak harus bebas dari pencemar seperti debu, lumpur dan air sebelum diumpankan ke sistim pembakaran.

B. Bahan Bakar Padat

Baban bakar : nilai panas dan sifat pembakaran Bahan bakar padat yang penting ialah batu bara dan kokas. Batu bara : merupakan campuran karbon, hidrokarbon, dan sedikit bahan mineral. Makin tua batu bara, makin tinggi kadar karbonnya (batu bara mineral, antrasit). Sebaliknya batu bara muda (batu bara coklat) mengandung lebih banyak hidrokarbon.

Batu bara diperoleh dari tambang batu bara di bawah tanah atau tambang batu bara terbuka. Pengolahan batu bara agar siap pakai hanya terbatas pada proses pengecilan ukuran dan klasifikasi menurut besar dan mutunya.

Batu bara dipakai terutama untuk tujuan-tujuan pembangkitan panas (membuat kukus, memanaskan ruangan dll). Pembakarannya dilakukan dalam bentuk potongan atau dalam bentuk serbuk halus. Alat pembakar batu bara yang masih dalam bentuk potongan ialah kisi berjalan (chain grate) yang dihembus dengan udara, sedangkan serbuk batu bara menggunakan pembakar yang disertai penginjeksian udara.

Komposisi kimiawi batubara berpengaruh kuat pada daya pembakarannya. Sifat-sifat batubara secara luas dik lasifikasikan kedalam sifat fisik dan sifat kimia.

a. Sifat fisik dan kimia batubara

Sifat fisik batubara termasuk nilai panas, kadar air, bahan mudah menguap dan abu. Sifat kimia batubara tergantung dari kandungan berbagai bahan kimia seperti karbon, hidrogen, oksigen, dan sulfur. Nilai kalor batubara beraneka ragam dari tambang batubara yang satu ke yang lainnya. Batubara yang umum digunakan, contohnya pada industri adalah batubara bituminous dan sub-bituminous. Pengelompokan batubara berdasarkan nilai kalornya adalah sebagai berikut:

*GCV lignit pada ‘as received basis’ adalah 2500 –3000

b. Analisis batubara

Terdapat dua metode untuk menganalisis batubara: analisis ultimate dan analisis proximate. Analisis ultimate menganalisis seluruh elemen komponen batubara, padat atau gas dan analisis proximate meganalisis hanya fixed carbon, bahan yang mudah menguap, kadar air dan persen abu. Analisis ultimate harus dilakukan oleh laboratorium dengan peralatan yang lengkap oleh ahli kimia yang trampil, sedangkan analisis proximate dapat dilakukan dengan peralatan yang sederhana. (Catatan: proximate tidak ada hubungannya dengan kata “approximate”).

Penentuan kadar air

Penentuan kadar air dilakukan dengan menempatkan sampel bahan baku batubara yang dihaluskan sampai ukuran 200-mikron dalam krus terbuka, kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 108 +2 oC dan diberi penutup. Sampel kemudian didinginkan hingga suhu kamar dan ditimbang lagi. Kehilangan berat merupakan kadar airnya.

Pengukuran bahan yang mudah menguap (volatile matter)

Sampel batubara halus yang masih baru ditimbang, ditempatkan pada krus tertutup, kemudian dipanaskan dalam tungku pada suhu 900 + 15 oC. Sampel kemudian didinginkan dan dtimbang. Sisanya berupa kokas (fixed carbon dan abu). Metodologi rinci untuk penentuan kadar karbon dan abu, merujuk pada IS 1350 bagian I: 1984, bagian III, IV.

Pengukuran karbon dan abu

Tutup krus dari dari uji bahan mudah menguap dibuka, kemudian krus dipanaskan dengan pembakar Bunsen hingga seluruh karbon terbakar. Abunya ditimbang, yang merupakan abu yang tidak mudah terbakar. Perbedaan berat dari penimbangan sebelumnya merupakan fixed carbon. Dalam praktek, Fixed Carbon atau FC

Analisis proximate

Analisis proximate menunjukan persen berat dari fixed carbon, bahan mudah menguap, abu, dan kadar air dalam batubara. Jumlah fixed carbon dan bahan yang mudah menguap secara langsung turut andil terhadap nilai panas batubara. Fixed carbon bertindak sebagai pembangkit utama panas selama pembakaran. Kandungan bahan yang mudah menguap yang tinggi menunjukan mudahnya penyalaan bahan bakar.

Analisis Ultimate

Analsis ultimate menentukan berbagai macam kandungan kimia unsur- unsur seperti karbon, hidrogen, oksigen, sulfur, dll. Analisis ini berguna dalam penentuan jumlah udara yang diperlukan untuk pemakaran dan volum serta komposisi gas pembakaran. Informasi ini diperlukan untuk perhitungan suhu nyala dan perancangan saluran gas buang dll.

Hubungan antara analisis ultimate dengan analisis proximate

Catatan: persamaan diatas berlaku untuk batubara dengan kadar air lebih besar dari 15%

c. Penyimpanan, handling dan persiapan batubara

Ketidaktentuan dalam ketersediaan dan pengangkutan bahan bakar mengharuskan dilakukannya penyimpanan dan penanganan untuk kebutuhan berikutnya. Kesulitan yang ada pada penyimpanan batubara adalah diperlukannya bangunan gudang penyimpanan, adanya hambatan masalah tempat, penuruan kualitas dan potensi terjadinya kebakaran. Kerugian kerugian kecil lainnya adalah oksidasi, angin dan kehilangan karpet.

Oksidasi 1% batubara memiliki efek yang sama dengan kandunag abu 1% dalam batubara. Kehilangan karena angina mencapai 0,5 – 1,0 % dari kerugian total. Penyimpanan batubara yang baik akan meminimalkan kehilangan karpet dan kerugian terjadinya pembakaran mendadak. Pembentukan “karpet lunak”, dari batubara halus dan tanah, menyebabkan kehilangan karpet. Jika suhu naik secara perlahan dalam tumpukan batubara, maka dapat terjadi oksidasi yang akan menyebabkan pembakaran yang mendadak dari batubara yang disimpan.

Kehilangan karpet dapat dikurangi dengan cara:

1. Mengeraskan permukaan tanah untuk penyimpanan batubara
2. Membuat tempat penyimpanan standar yang terbuat dari beton dan bata

Bongkahan batubara yang besar dan tidak beraturan dapat menyebabkan permasalahan sebagai berikut:

1. Kondisi pembakaran yang buruk dan suhu tungku yang tidak mencukupi
2. Udara berlebih yang terlalu banyak mengakibatkan kerugian cerobong yang tinggi
3. Meningkatnya bahan yang tidak terbakar dalam abu
4. Rendahnya efisiensi termal

C. Bahan Bakar Gas

Yang termasuk ke dalam jenis bahan bakar gas adalah gas bumi, gas kota (yang dibuat dari batu bara), propana, butana, asetilina, hidrogen dsb. Bahan bakar tersebut sebagian besar digunakan untuk menghasilkan panas (memanaskan ruang, pengelasan, pelelehan logam). Pencampuran gas dengan udara (oksigen) berlangsung dalam pernbakar gas.

Gas bumi

Merupakan campuran gas yang sebagian besar terdiri dari metana. Gas bumi berada di bawah pemukaan bumi secara tersendiri ataupun bersama minyak bumi. Pengambilan dilakukan dengan membuat sumur gas atau sumur minyak. Dari sumur tersebut (di Eropa Barat, terutama Belanda) gas tersebut dialirkan melalui pipa-pipa kekonsumen. Gas bumi tidak beracun. Nilai panasnya lebih dari dua kali nilai panas gas kota.

a. Jenis Jenis Bahan Bakar Gas

Berikut adalah daftar jenis-jenis bahan bakar gas:

# Bahan bakar yang secara alami didapatkan dari alam:

* Gas alam
* Metan dari penambangan batubara

# Bahan bakar gas yang terbuat dari bahan bakar padat

* Gas yang terbentuk dari batubara
* Gas yang terbentuk dari limbah dan biomasa

# Dari proses industri lainnya (gas blast furnace)

* Gas yang terbuat dari minyak bumi
* Gas Petroleum cair (LPG)
* Gas hasil penyulingan
* Gas dari gasifikasi minyak
* Gas-gas dari proses fermentasi

Bahan bakar bentuk gas yang biasa digunakan adalah gas petroleum cair (LPG), gas alam, gas hasil produksi, gas blast furnace, gas dari pembuatan kokas, dll. Nilai panas bahan bakar gas dinyatakan dalam Kilokalori per normal meter kubik (kKal/Nm3) ditentukan pada suhu normal (20 0C) dan tekanan normal (760 mm Hg).

b. Sifat-sifat bahan bakar gas

Karena hampir semua peralatan pembakaran gas tidak dapat menggunakan kadungan panas dari uap air, maka perhatian terhadap nilai kalor kotor (GCV) menjadi kurang. Bahan bakar harus dibandingkan berdasarkan nilai kalor netto (NCV). Hal ini benar terutama untuk gas alam, dimana kadungan hidrogen akan meningkat tinggi karena adanya reaksi pembentukan air selama pembakaran.

Tabel . Sifat-sifat fisik dan kimia berbagai bahan bakar gas

* LPG

LPG terdiri dari campuran utama propan dan Butan dengan sedikit persentase hidrokarbon tidak jenuh (propilen dan butilene) dan beberapa fraksi C2 yang lebih ringan dan C5 yang lebih berat. Senyawa yang terdapat dalam LPG adalah propan (C3H8), Propilen (C3H6), normal dan iso-butan (C4H10) dan Butilen (C4H8). LPG merupakan campuran dari hidrokarbon tersebut yang berbentuk gas pada tekanan atmosfir, namun dapat diembunkan menjadi bentuk cair pada suhu normal, dengan tekanan yang cukup besar. Walaupun digunakan sebagai gas, namun untuk kenyamanan dan kemudahannya, disimpan dan ditransport dalam bentuk cair dengan tekanan tertentu. LPG cair, jika menguap membentuk gas dengan volum sekitar 250 kali.

* Gas alam

Metan merupakan kandungan utama gas alam yang mencapai jumlah sekitar 95% dari volum total. Komponen lainnya adalah: Etan, Propan, Pentan, Nitrogen, Karbon Dioksida, dan gasgas lainnya dalam jumlah kecil. Sulfur dalam jumlah yang sangat sedikit juga ada. Karena metan merupakan komponen terbesar dari gas alam, biasanya sifat metan digunakan untuk membandingkan sifat-sifat gas alam terhadap bahan bakar lainnya.

Gas alam merupakan bahan bakar dengan nilai kalor tinggi yang tidak memerlukan fasilitas penyimpanan. Gas ini bercampur dengan udara dan tidak menghasilkan asap atau jelaga. Gas ini tidak juga mengandung sulfur, lebih ringan dari udara dan menyebar ke udara dengan mudahnya jika terjadi kebocoran. Perbandingan kadar karbon dalam minyak bakar, batubara dan gas diberikan dalam tabel dibawah.

Tabel . Perbandingan komposisi kimia berbagai bahan bakar

3. PRINSIP-PRINSIP PEMBAKARAN

A. Proses Pembakaran

Pembakaran merupakan oksidasi cepat bahan bakar disertai dengan produksi panas, atau panas dan cahaya. Pembakaran sempurna bahan bakar terjadi hanya jika ada pasokan oksigen yang cukup. Oksigen (O2) merupakan salah satu elemen bumi paling umum yang jumlahnya mencapai 20.9% dari udara. Bahan bakar padat atau cair harus diubah ke bentuk gas sebelum dibakar. Biasanya diperlukan panas untuk mengubah cairan atau padatan menjadi gas. Bahan bakar gas akan terbakar pada keadaan normal jika terdapat udara yang cukup.

Hampir 79% udara (tanpa adanya oksigen) merupakan nitrogen, dan sisanya merupakan elemen lainnya. Nitrogen dianggap sebagai pengencer yang menurunkan suhu yang harus ada untuk mencapai oksigen yang dibutuhkan untuk pembakaran. Nitrogen mengurangi efisiensi pembakaran dengan cara menyerap panas dari pembakaran bahan bakar dan mengencerkan gas buang. Nitrogen juga mengurangi transfer panas pada permukaan alat penukar panas, juga meningkatkan volum hasil samping pembakaran, yang juga harus dialirkan melalui alat penukar panas sampai ke cerobong.

Nitrogen ini juga dapat bergabung dengan oksigen (terutama pada suhu nyala yang tinggi) untuk menghasilkan oksida nitrogen (NOx), yang merupakan pencemar beracun. Karbon, hidrogen dan sulfur dalam bahan bakar bercampur dengan oksigen di udara membentuk karbon dioksida, uap air dan sulfur dioksida, melepaskan panas masing-masing 8.084 kkal, 28.922 kkal dan 2.224 kkal. Pada kondisi tertentu, karbon juga dapat bergabung dengan oksigen membentuk karbon monoksida, dengan melepaskan sejumlah kecil panas (2.430 kkal/kg karbon). Karbon terbakar yang membentuk CO2 akan menghasilkan lebih banyak panas per satuan bahan bakar daripada bila menghasilkan CO atau asap.

Setiap kilogram CO yang terbentuk berarti kehilangan panas 5654 kKal (8084 – 2430).

B. Pembakaran Tiga T

Tujuan dari pembakaran yang baik adalah melepaskan seluruh panas yang terdapat dalam bahan bakar. Hal ini dilakukan dengan pengontrolan “tiga T” pembakaran yaitu

1. Temperature/ suhu yang cukup tinggi untuk menyalakan dan menjaga penyalaan bahan bakar,
2. Turbulence/ Turbulensi atau pencampuran oksigen dan bahan bakar yang baik, dan
3. Time/ Waktu yang cukup untuk pembakaran yang sempurna.

Bahan bakar yang umum digunakan seperti gas alam dan propan biasanya terdiri dari karbon dan hidrogen. Uap air merupakan produk samping pembakaran hidrogen, yang dapat mengambil panas dari gas buang, yang mungkin dapat digunakan untuk transfer panas lebih lanjut. Gas alam mengandung lebih banyak hidrogen dan lebih sedikit karbon per kg daripada bahan bakar minyak, sehingga akan memproduksi lebih banyak uap air.

Sebagai akibatnya, akan lebih banyak panas yang terbawa pada pembuangan saat membakar gas alam. Terlalu banyak, atau terlalu sedikit nya bahan bakar pada jumlah udara pembakaran tertentu, dapat mengakibatkan tidak terbakarnya bahan bakar dan terbentuknya karbon monoksida. Jumlah O2 tertentu diperlukan untuk pembakaran yang sempurna dengan tambahan sejumlah udara (udara berlebih) diperlukan untuk menjamin pembakaran yang sempurna.

Walau demikian, terlalu banyak udara berlebih akan mengakibatkan kehilangan panas dan efisiensi. Tidak seluruh bahan bakar diubah menjadi panas dan diserap oleh peralatan pembangkit. Biasanya seluruh hidrogen dalam bahan bakar terbakar. Saat ini, hampir seluruh bahan bakar untuk boiler, karena dibatasi oleh standar polusi, sudah mengandung sedikit atau tanpa sulfur. Sehingga tantangan utama dalam efisiensi pembakaran adalah mengarah ke karbon yang tidak terbakar (dalam abu atau gas yang tidak terbakar sempurna), yang masih menghasilkan CO selain CO2.

C. Perhitungan Stokiometri Kebutuhan Udara

# Perhitungan stokiometri udara yang dibutuhkan untuk pembakaran minyak bakar

Untuk pembakaran diperlukan udara. Jumlah udara yang diperlukan dapat dihitung dengan menggunakan metode yang diberikan dibawah ini.

Langkah pertama adalah menentukan komposisi minyak bakar. Spesifikasi minyak bakar dari analisis laboratorium diberikan dibawah ini:

Dari data analisis dengan jumlah sampel minyak bakar 100 kg, maka reaksi kimianya adalah sebagai berikut:

12 kg karbon memerlukan 32 kg oksigen membentuk 44 kg karbon dioksida, oleh karena itu 1 kg karbon memerlukan 32/12 kg atau 2,67 kg oksigen

4 kg hidrogen memerlukan 32 kg oksigen membentuk 36 kg air, oleh karena itu 1 kg hidrogen memerlukan 32/4 kg atau 8 kg oksigen.

32 kg sulfur memerlukan 32 kg oksigen membentuk 64 kg sulfur dioksida, oleh karena itu 1 kg sulfur memerlukan 32/32 kg atau 1 kg oksigen

Oksigen total yang dibutuhkan : (229,07+96+0,5) = 325,57 kg

Oksigen yang sudah ada dalam 100 kg bahan bakar (ditentukan) = 0,7 kg

Oksigen tambahan yang diperlukan = 325,57 – 0,7 = 324,87 kg

Jadi, jumlah udara kering yang diperlukan = (324,87) / 0,23

(udara mengandng 23% berat oksigen) = 1412,45 kg udara

Udara teoritis yang diperlukan = (1412,45) / 100 = 14,12 kg udara / kg bahan bakar

Jadi, dari contoh diatas terlihat, untuk membakar setiap kg minyak bakar, diperlukan udara 14,12 kg.

# Perhitungan kandungan CO2 teoritis dalam gas buang

Sangat perlu untuk menghitung kandungan CO2 dalam gas buang, karena dapat digunakan untuk menghitung udara berlebih dalam gas buang. Sejumlah tertentu udara berlebih diperlukan untuk pembakaran sempurna minyak bakar, tetapi jika terlalu banyak udara berlebih dapat menyebabkan kehilangan panas dan terlalu sedikit udara berlebih dapat mengakibatkan pembakaran yang tidak sempurna. CO2 dalam gas buang dapat dihitung sebagai berikut:

Nitrogen dalam gas buang = 1412.45 – 324,87 = 1087,58 kg

% volum CO2 teortis dalam gas buang dihitung seperti dibawah ini:

Mol CO2 dalam gas buang = (314,97) / 44 = 7,16

Mol N2 dalam gas buang = (1087,58) / 28 = 38,84

Mol SO2 dalam gas buang = 1/64 = 0,016

% Volum CO2 teoritis = (MolCO2 x 100) / Mol Total (Kering)

= (7,16 x 100) / (7,16 + 38,84 + 0,016) = 15,5%

# Perhitungan unsur-unsur gas buang dengan udara berlebih

Setelah diketahui kebutuhan udara teoritis dan kandungan CO2 teoritis dalam gas buang, langkah berikutnya adalah mengukur persen CO2 sebenarnya dalam gas buang. Pada perhitungan dibawah diasumsikan bahwa % CO2 terukur dalam gas buang adalah sebesar 10%.

% Udara berlebih = [(% CO2 teoritis / CO2 sebenarnya) – 1] x 100
= [(15,5/10 – 1)] x 100
= 55%

Udara teoritis yang diperlukan untuk 100 kg bahan bakar yang terbakar

= 1412,45 kg

Jumlah total pasokan udara yang diperlukan dengan udara berlebih 55%

= 1412,45 x 1,55 = 2189,30 kg

Jumlah udara berlebih (udara berlebih nyata - teoritis)

= 2189,30 – 1412,45 = 776,85

O2 (23%) = 776,85 x 0,23 = 178,68 kg

N2 (77%) = 776,85 – 178,68 = 598,17 kg

Jumlah kandungan akhir unsur gas buang dengan udara berlebih 55% untuk setiap 100 kg

bahan bakar adalah seperti dibawah ini:

CO2 = 314,97 kg
H2O = 108,00 kg
SO2 = 1 kg
O2 = 178,68 kg
N2 = 1685,75 kg (= 1087,58 dalam udara + 598,17 dalam udara berlebih)

# Perhitungan % volum CO2 teoritis dalam gas buang kering

Setelah didapat hasil perhitungan jumlah unsur dalam satuan berat, kemudian dapat dihitung jumlah unsur berdasarkan satuan volum sebagai berikut:

Mol CO2 dalam gas buang = 314,97 / 44 = 7,16

Mol SO2 dalam gas buang = 1/64 = 0,016

Mol O2 dalam gas buang = 178,68 / 32 = 5,58

Mol N2 dalam gas buang = 1685,75 / 28 = 60,20

% volum CO2 teoritis = (Mol CO2 x 100) / mol total (kering)

= (7,16 x 100) / (7,16 + 0,016 + 5,58 + 60,20) = 10%

% volume O2 teoritis = (5,58 x 100) / 72,956 = 7,5%

DAFTAR PUSTAKA

Thermax India Ltd. Technical Memento
Bureau of Energy Efficiency. Energy Efficiency in Thermal Utilities. Chapter 1. 2004
Petroleum Conservation Research Association. www.pcra.org
Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia – www.energyefficiencyasia.org
Suparni, Rahayu S., Sari Purnavita ,2008; “Kimia Industri SMK Jilid 2”, Penerbit Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Jakarta