MAKALAH KONVERSI ENERGI – SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GELOMBANG LAUT

MAKALAH
KONVERSI ENERGI – SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GELOMBANG LAUT

Disusun Oleh :


INDAR LUH SEPDYANURI 
101.03.1113 


INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND YOGYAKARTA
Fakultas Teknologi Industri – Jurusan Teknik Mesin
Jl. Kalisahak No. 28 Komplek Balapan Yogyakarta 55222. Telp. 0274 563029
Yogyakarta, Indonesia · http://www.akprind.ac.id/


KONVERSI ENERGI – SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA LAUT

A. PENDAHULUAN

Pembangkitan energi listrik dengan memanfaatkan air laut terbagi menjadi beberapa cara. Beberapa di antaranya adalah dengan memanfaatkan energi arus laut, memanfaatkan energi dari gelombang lautan, memanfaatkan energi dari pasang-surut air laut, memanfaatkan sifat osmosis, serta memanfaatkan energi panas air laut. Dari cara-cara tersebut, yang paling banyak dikembangkan saat ini adalah pemanfaatan gelombang dan arus laut. Krisis energi telah diprediksikan akan melanda dunia pada tahun 2015. Hal ini dikarenakan semakin langkanya minyak bumi dan semakin meningkatnya permintaan energi. Untuk itu diperlukan sebuah terobosan untuk memanfaatkan energi lain, selain energi yang tidak terbarukan. Karena kalau kita tergantung pada energi tidak terbarukan, maka di masa depan kita juga akan kesulitan untuk memanfaatkan energi ini karena keterbatasan populasi dari energi tersebut.
Silahkan Download File Dalam Format DOCx dan PDF pada link Dibawah Artikel
Untuk itu kita akan mencoba menggali informasi tentang tenaga ombak yang sebenarnya sudah dimanfaatkan oleh banyak negara, termasuk Indonesia. Berdasarkan survei yang dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Pemerintah Norwegia sejak tahun 1987, terlihat bahwa banyak daerah-daerah pantai yang berpotensi sebagai pembangkit listrik bertenaga ombak. Ombak di sepanjang Pantai Selatan Pulau Jawa, di atas Kepala Burung Irian Jaya, dan sebelah barat Pulau Sumatera sangat sesuai untuk menyuplai energi listrik. Kondisi ombak seperti itu tentu sangat menguntungkan, sebab tinggi ombak yang bisa dianggap potensial untuk membangkitkan energi listrik adalah sekitar 1,5 hingga 2 meter, dan gelombang ini tidak pecah hingga sampai di pantai.

Potensi tingkat teknologi saat ini diperkirakan bisa mengonversi per meter panjang pantai menjadi daya listrik sebesar 20-35 kW (panjang pantai Indonesia sekitar 80.000 km, yang terdiri dari sekitar 17.000 pulau, dan sekitar 9.000 pulau-pulau kecil yang tidak terjangkau arus listrik nasional, dan penduduknya hidup dari hasil laut). Dengan perkiraan potensi semacam itu, seluruh pantai di Indonesia dapat menghasilkan lebih dari 2~3 Terra Watt Ekuivalensi listrik, bahkan tidak lebih dari 1% panjang pantai Indonesia (~800 km) dapat memasok minimal ~16 GW atau sama dengan pasokan seluruh listrik di Indonesia tahun ini.
Oscillating Wave Column
Untuk sistem mekaniknya, PLTO dikenal memakai teknologi OWC (Oscillating Wave Column). Untuk OWC ini ada dua macam, yaitu OWC tidak terapung dan OWC terapung. Untuk OWC tidak terapung prinsip kerjanya sebagai berikut. Instalasi OWC tidak terapung terdiri dari tiga bangunan utama, yakni saluran masukan air, reservoir (penampungan), dan pembangkit. Dari ketiga bangunan tersebut, unsur yang terpenting adalah pada tahap pemodifikasian bangunan saluran masukan air yang tampak berbentuk U, sebab ia bertujuan untuk menaikkan air laut ke reservoir.

Bangunan untuk memasukkan air laut ini terdiri dari dua unit, kolektor dan konverter. Kolektor berfungsi menangkap ombak, menahan energinya semaksimum mungkin, lalu memusatkan gelombang tersebut ke konverter. Konverter yang didesain berbentuk saluran yang runcing di salah satu ujungnya ini selanjutnya akan meneruskan air laut tersebut naik menuju reservoir. Karena bentuknya yang spesifik ini, saluran tersebut dinamakan tapchan (tappered channel).

Setelah air tertampung pada reservoir, proses pembangkitan listrik tidak berbeda dengan mekanisme kerja yang ada pada pembangkit listrik tenaga air (PLTA). 

Selain OWC tidak terapung, kita juga mengenal OWC tidak terapung lain seperti OWC tidak terapung saat air pasang. OWC ini bekerja pada saat air pasang saja, tapi OWC ini lebih kecil. Hasil survei hidrooseanografi di wilayah perairan Parang Racuk menunjukkan bahwa sistem akan dapat membangkitkan daya listrik optimal jika ditempatkan sebelum gelombang pecah atau pada kedalam 4-11 meter. Pada kondisi ini akan dapat dicapai putaran turbin antara 3000-700 rpm. Posisi prototip II OWC (Oscillating Wave Column) masih belum mencapai lokasi minimal yang disyaratkan, karena kesulitan pelaksanaan operasional alat mekanis. Posisi ideal akan dicapai melalui pembangunan prototip III yang berupa sistem OWC apung. Untuk OWC terapung, prinsip kerjanya sama seperti OWC tidak terapung, hanya saja peletakannya yang berbeda.

Energi tidal juga merupakan salah satu macam dari energi ombak. Kelemahan energi ini diantaranya adalah membutuhkan alat konversi yang handal yang mampu bertahan dengan kondisi lingkungan laut yang keras yang disebabkan antara lain oleh tingginya tingkat korosi dan kuatnya arus laut.

Saat ini baru beberapa negara yang yang sudah melakukan penelitian secara serius dalam bidang energi tidal, diantaranya Inggris dan Norwegia. Di Norwegia, pengembangan energi ini dimotori oleh Statkraft, perusahaan pembangkit listrik terbesar di negara tersebut. Statkraft bahkan memperkirakan energi tidal akan menjadi sumber energi terbarukan yang siap masuk tahap komersial berikutnya di Norwegia setelah energi hidro dan angin. Keterlibatan perusahaan listrik besar seperti Statkraft mengindikasikan bahwa energi tidal memang layak diperhitungkan baik secara teknologi maupun ekonomis sebagai salah satu solusi pemenuhan kebutuhan energi dalam waktu dekat.

SEJARAH

Tercatat, paten pertama penggunaan gelombang laut ada pada tahun 1799 di Paris, dibuat oleh Girard, namun paten ini belum diteruskan menjadi sebuah alat konversi energi. Alat konversi energi gelombang laut pertama dibuat oleh Bochaux-Praceique, seorang Perancis, untuk menyalakan lampu-lampu dan alat listrik di rumahnya sendiri. Selanjutnya, dari tahun 1855 hingga 1973, sudah ada 340 paten (hanya di Inggris) mengenai penggunaan energi gelombang laut ini. Eksperimen modern mengenai sumber energi ini dimulai oleh seorang warga Jepang bernama Yoshio Masuda. Dia sudah merancang berbagai alat konversi gelombang laut, beberapa ratus di antaranya digunakan untuk menyalakan lampu navigasi (mercusuar). Munculnya kembali ketertarikan orang untuk meneliti sumber energi jenis ini dimulai saat krisis minyak pada tahun 1973, banyak peneliti dari berbagai universitas yang meriset alat konversi energi jenis ini. Tahun 1980, harga minyak turun kembali dan ketertarikan pada sumber energi ini kembali menurun. Namun, isu perubahan iklim baru-baru ini membuat ketertarikan pada sumber-sumber energi terbarukan, termasuk energi gelombang laut, menjadi tinggi kembali.

Lalu, pembangkit yang menggunakan energi pasang-surut air laut pertama dibangun antara tahun 1960 hingga 1966 di Perancis dengan kapasitas 240MW. Setelah, itu bermunculan berbagai pembangkit listrik mulai dari kapasitas kecil (0.4 MW) hingga kapasitas 1320 MW yang dijadwalkan akan dibangun Korea Selatan pada tahun 2017.

B. PEMBAHASAN

Prinsip Kerja
Secara umum, sistem kerja pembangkit listrik tenaga gelombang laut sangat sederhana. Sebuah tabung beton dipasang pada ketinggian tertentu di pantai dan ujungnya dipasang di bawah permukaan air laut. Ketika ada ombak yang datang ke pantai, air dalam tabung beton tersebut mendorong udara di bagian tabung yang terletak di darat. Gerakan yang sebaliknya terjadi saat ombat surut. Gerakan udara yang berbolak-balik inilah yang dimanfaatkan untuk memutar turbin yang dihubungkan dengan sebuah pembangkit listrik. Terdapat alat khusus yang dipasang pada turbin sehingga turbin berputar hanya pada satu arah walaupun arus udara dalam tabung beton bergerak dalam 2 arah.

Ada 2 cara untuk mengkonversi energi gelombang laut menjadi listrik, yaitu dengan sistem off-shore (lepas pantai) atau on-shore (pantai). 
  1. Sistem off-shore dirancang pada kedalaman 40 meter dengan mekanisme kumparan yang memanfaatkan pergerakan gelombang untuk memompa energi. Listrik dihasilkan dari gerakan relatif antara pembungkus luar (external hull) dan bandul dalam (internal pendulum). Naik-turunnya pipa pengapung di permukaan yang mengikuti gerakan gelombang berpengaruh pada pipa penghubung yang selanjutnya menggerakkan rotasi turbin bawah laut. Cara lain untuk menangkap energi gelombang laut dengan sistem off-shore adalah dengan membangun sistem tabung dan memanfaatkan gerak gelombang yang masuk ke dalam ruang bawah pelampung sehingga timbul perpindahan udara ke bagian atas pelampung. Gerakan perpindahan udara inilah yang menggerakkan turbin.
  2. Sedangkan pada sistem on-shore, ada 3 metode yang dapat digunakan, yaitu channel system, float system, dan oscillating water column system. Secara umum, pada prinsipnya, energi mekanik yang tercipta dari sistem-sistem ini mengaktifkan generator secara langsung dengan mentransfer gelombang fluida (air atau udara penggerak) yang kemudian mengaktifkan turbin generator.
1. Float System
Alat ini akan membangkitkan listrik dari hasil gerakan vertikal dan rotasional pelampung dan dapat ditambatkan pada untaian rakit yang mengambang atau alat yang tertambat di dasar laut dan dihubungkan dengan engsel Cockerell. Gerakan pelampung ini menimbulkan tekanan hidrolik yang kemudian diubah menjadi listrik. Menurut penelitian, deretan rakit sepanjang 1000 km akan mampu membangkitkan energi listrik yang setara dengan 25000 MW.

2. Oscillating Water Column System
Alat ini membangkitkan listrik dari naik turunnya air akibat gelombang dalam sebuah pipa silindris yang berlubang. Naik turunnya kolom air ini akan mengakibatkan keluar masuknya udara di lubang bagian atas pipa dan menggerakkan turbin. Sederhananya, OWC merupakan salah satu sistem dan peralatan yang dapat mengubah energi gelombang laut menjadi energi listrik dengan menggunakan kolom osilasi. Alat OWC ini akan menangkap energi gelombang yang mengenai lubang pintu OWC, sehingga terjadi fluktuasi atau osilasi gerakan air dalam ruang OWC, kemudian tekanan udara ini akan menggerakkan baling-baling turbin yang dihubungkan dengan generator listrik sehingga menghasilkan listrik.

3. Channel System (Wave Surge atau Focusing Devices)
Peralatan ini biasa juga disebut sebagai tapered channel atau kanal meruncing atau sistem tapchan, dipasang pada sebuah struktur kanal yang dibangun di pantai untuk mengkonsentrasikan gelombang dan menyalurkannya melalui saluran ke dalam bangunan penjebak seperti kolam buatan (lagoon) yang ditinggikan. Air yang mengalir keluar dari kolam penampung ini yang digunakan untuk membangkitkan listrik dengan menggunakan teknologi standar hydropower.

Spesifikasi platform sistem energi yang Terkait.

Sistem ini kontrol pada pembangkit tenaga gelombang laut terdiri dari fisik, generator turbin drive, dan inersia. Area turbin dan torsi reaksi generator dapat dikontrol oleh berbagai tegangan dan kontrol frekuensi. Ada beberapa sistem pendukung lainnya, misalnya rem dan katup. Sistem kontrol dalam pembangkit harus berhubungan satu sama lain. Gambar dibawah ini menunjukkan turbin yang dikendalikan oleh suatu algoritma pitch dan kombinasi drive generator yang dikendalikan oleh suatu algoritma daya.

Untuk prototipe pertama, controlsystem yang dibuat harus kuat, efisien dan stabil. Salah satu contoh sistem kontrol pada pembangkit misalnya pada turbin. Turbin akan dikontrol untuk menghasilkan torsi maksimum, sehingga sebuah inherent inertia akan digunakan untuk memperhalus pengaruh gelombang dan menjaga agar keseluruhan sistem dapat tuning sendiri. Turbin udara pada aliran unsteady atau bi-directional dapat menghasilkan daya yang lebih bersih jika kecepatan rotasi bervariasi. Karena alasan inilah maka diputuskan untuk secara aktif mengontrol kecepatan sistem dalam hubungannya dengan torsi turbin.

Teknik Pengukuran, Instrumentasi dan Kontrol

Prediksi daya yang dapat dibangkitkan melalui tenaga ombak dilakukan dengan memanfaatkan data angin. Angin yang bertiup di permukaan laut merupakan faktor utama penyebab timbulnya gelombang laut. Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan energinya ke air. Semakin lama dan semakin kuat angin berhembus, semakin besar gelombang yang terbentuk. Menurut teori Sverdrup, Munk dan Bretchneider (SMB) kecepatan angin minimum yang dapat membangkitkan gelombang adalah sekitar 10 knot atau setara dengan 5 m/det. Untuk mengkonversi tinggi dan perioda gelombang digunakan persamaan gelombang untuk perairan dangkal (CERC,1984). Persamaan yang digunakan adalah: 

dimana F adalah panjang fetch, UA adalah faktor stress angin, dan g adalah percepatan gravitasi.

Sedangkan daya yang dapat dibangkitkan dari energi gelombang dihitung dengan menggunakan persamaan daya gelombang, yaitu: 

dimana P adalah daya (kW/m panjang gelombang), H adalah tinggi gelombang (m), S adalah perioda (detik), dan Tz adalah zero crossing period. Daya yang terkandung dalam ombak juga dirumuskan oleh K. Hulls dalam bentuk sebagai berikut:

dimana P adalah daya, b adalah berat jenis air laut, g adalah percepatan gravitasi, T adalah periode gelombang, dan H adalah tinggi ombak rata-rata. 

Perkembangan Teknologi 

Berbagai macam riset dan teknologi telah diterapkan oleh beberapa lembaga dan perusahaan untuk mengembangkan madel baru bagi sistem konversi energi tenaga ombak ini sehingga dapat menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi. Beberapa contoh perusahaan tersebut adalah:
  1. Renewable Energy Holdings, memiliki ide untuk menghasilkan listrik dari tenaga ombak menggunakan peralatan yang dipasang di dasar laut dekat tepi pantai sedikit mirip dengan Pelamis. Prinsipnya menggunakan gerakan naik turun dari ombak untuk menggerakkan piston yang bergerak naik turun pula di dalam sebuah silinder. Gerakan dari piston tersebut selanjutnya digunakan untuk mendorong air laut guna memutar turbin.
  2. SRI International, menggunakan konsep pemakaian sejenis plastik khusus bernama elastomer dielektrik yang bereaksi terhadap listrik. Ketika listrik dialirkan melalui elastomer tersebut, elastomer akan meregang dan terkompresi bergantian. Sebaliknya jika elastomer tersebut dikompresi atau diregangkan, maka energi listrik pun timbul. Berdasarkan konsep tersebut idenya ialah menghubungkan sebuah pelampung dengan elastomer yang terikat di dasar laut. Ketika pelampung diombang-ambingkan oleh ombak, maka regangan maupun tahanan yang dialami elastomer akan menghasilkan listrik.
  3. BioPower System, mengembangkan inovasi sirip-ekor-ikan-hiu buatan dan rumput laut mekanik untuk menangkap energi dari ombak. Idenya bermula dari pemikiran sederhana bahwa sistem yang berfungsi paling baik di laut tentunya adalah sistem yang telah ada disana selama beribu-ribu tahun lamanya. Ketika arus ombak menggoyang sirip ekor mekanik dari samping ke samping sebuah kotak gir akan mengubah gerakan osilasi tersebut menjadi gerakan searah yang menggerakkan sebuah generator magnetik. Rumput laut mekaniknya pun bekerja dengan cara yang sama, yaitu dengan menangkap arus ombak di permukaan laut dan menggunakan generator yang serupa untuk merubah pergerakan laut menjadi listrik.
  4. Ocean Power Delivery; perusahaan ini mendesain tabung-tabung yang sekilas terlihat seperti ular mengambang di permukaan laut (dengan sebutan Pelamis) sebagai penghasil listrik. Setiap tabung memiliki panjang sekitar 122 meter dan terbagi menjadi empat segmen. Setiap ombak yang melalui alat ini akan menyebabkan tabung silinder tersebut bergerak secara vertikal maupun lateral. Gerakan yang ditimbulkan akan mendorong piston diantara tiap sambungan segmen yang selanjutnya memompa cairan hidrolik bertekanan melalui sebuah motor untuk menggerakkan generator listrik. Supaya tidak ikut terbawa arus, setiap tabung ditahan di dasar laut menggunakan jangkar khusus.

    Kiri: Pelamis Wave Energy Converters dari Ocean Power Delivery. Tengah: Rumput laut mekanik yang disebut juga Biowave. Kanan: Sirip ekor ikan hiu buatan yang disebut Biostream.
Kelebihan dan kekurangan

Pembangkit listrik tenaga ombak ini memiliki banyak keunggulan dibandingkan pembangkit listrik lainnya. Sumber energi pembangkit listrik, yaitu gelombang laut, dapat diperoleh secara gratis sehingga biaya operasinya cenderung lebih rendah daripada pembangkit lainnya. Pembangkit ini tidak membutuhkan bahan bakar sehingga tidak menghasilkan limbah yang membahayakan lingkungan. Kapasitas energi yang dihasilkan jauh lebih besar daripada pembangkit tenaga angin. Energi yang dihasilkan oleh arus air 12 mph sebanding dengan energi yang dihasilkan oleh angin dengan kecepatan 110 mph. Produksi listrik juga relatif lebih stabil dan dapat diprediksi karena intensitas dan kondisi ombak di laut dapat diperkirakan sejak jauh-jauh hari. 

Di samping keunggulannya, sistem ini juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu ketergantungannya pada ombak, sehingga hanya dapat mensuplai energi selama lebih kurang 10 jam setiap harinya ketika ada pergerakan ombak masuk ataupun keluar, dan jika ombaknya kecil maka energi yang dihasilkan juga akan kecil. Namun kekurangannya yang paling utama adalah sangat sulitnya menemukan lokasi yang tepat untuk dibangun pembangkit listrik, karena untuk dibangun instalasi pembangkit listrik tenaga gelombang laut, tempat tersebut harus memiliki ombak yang kuat dan muncul secara konsisten.

Estimasi Biaya

Meskipun biaya operasional pembangkit listrik tenaga ombak sangat rendah, namun untuk membangun instalasi pembangkit ini diperlukan dana yang besar. Apalagi instalasi pembangkit ini terletak di tengah laut, sehingga diperlukan biaya yang lebih besar untuk menjamin safety dan endurability-nya. Berikut adalah estimasi biaya yang dibutuhkan untuk membangun sebuah instalasi pembangkit listrik dengan memanfaatkan gelombang laut. 

Potensi di Dunia

Gelombang laut memiliki potensi yang sangat besar sebagai sumber energi. Ombak di perairan dalam dapat menghasilkan daya sebesar 1 hingga 10 terrawatt. Lokasi yang sangat potensial untuk menjadi tempat pengembangan pembangkit listrik tenaga gelombang laut adalah wilayah laut bagian barat Eropa, pantai utara Inggris, dan sepanjang garis pantai Samudera Pasifik di Afrika Selatan, Amerika Selatan, Australia, dan Selandia Baru. Pengembangan instalasi pembangkit energi listrik dengan memanfaatkan energi gelombang dan pasang surut telah dilakukan hingga mencapai tingkat komersil di beberapa negara, seperti Skotlandia dan Portugal untuk energi gelombang, dan Perancis dan Amerika Serikat untuk energi pasang surut.

Potensi di Indonesia dan Hambatan Pengembangan dan Aplikasi di Indonesia

Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan wilayah perairan yang luas, sebenarnya memiliki banyak lokasi yang potensial untuk dibangun sistem pembangkit listrik tenaga ombak karena laut-laut di Indonesia memiliki arus yang kuat dan ombak yang cukup besar, terutama di tempat-tempat yang menghadap ke Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Laut Indonesia adalah satu-satunya jalur yang mempertemukan massa air Samudera Pasifik dengan Samudera Hindia, dan tiap detiknya jalur ini dilewati oleh kurang lebih 15 juta meter kubik air laut. Indonesia juga merupakan negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia. Seorang warga negara Indonesia bernama Zamrisyaf telah menemukan sistem listrik tenaga gelombang laut dengan metode bandulan dan dan bahkan telah mematenkannya. Sayangnya, pemerintah Indonesia belum mengkaji potensi ini lebih dalam dan mengembangkannya secara maksimal. Percobaan pengembangan instalasi untuk memanfaatkan energi gelombang dengan sistem Oscillating Water Column pernah dilakukan di pantai Baron, Yogyakarta, namun hingga saat ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan. 

Ada beberapa faktor yang menjadi kendala dalam pengembangan pembangkit listrik tenaga gelombang laut di Indonesia. Pembangkit listrik tenaga gelombang laut ini akan dihubungkan dengan jaringan bawah laut ke konsumen sehingga perlu biaya yang mahal untuk perawatan dan biaya instalasi. Air laut dapat mempercepat terjadinya korosi pada peralatan, dan kekuatan arus yang besar dan ketidakkontinuan gelombang laut disebabkan terjadinya perputaran atau biasa disebut juga arus putar pun cenderung merusak peralatan. Outputnya mengikuti grafik sinusoidal sesuai dengan respon pasang surut akibat gerakan interaksi Bumi-Bulan-Matahari. Pada saat pasang purnama, kecepatan arus akan sangat deras, sedangkan saat pasang perbani, kecepatan arus akan berkurang kira-kira setengah dari pasang purnama.

Teknologi ini tergolong baru dan hanya dikuasai beberapa negara sehingga diperlukan pendanaan yang besar dalam pengembangannya di Indonesia. Hal ini terkait kondisi sumber arus Indonesia yang spesifik dan tidak dapat disamakan dengan negara-negara yang telah berhasil mengembangkan teknologi ini sehingga diperlukan penelitian yang lebih mendalam baik dalam hal perancangan alat ataupun penentuan tempat yang efektif untuk dibangunnya teknologi ini dan tentu saja pendanaan untuk para ahli yang bersangkutan.

Untuk pengembangan energi alternatif yang terbarukan dibutuhkan regulasi oleh pemerintah. Regulasi yang dibutuhkan berhubungan dengan tata niaga sumber energi dan perangkat hukum sehingga energi alternatif dapat diperdagangkan. Ketiadaan subsidi dana untuk riset dan produksi energi alternatif merupakan kendala serius. Hal ini berdampak terhadap peningkatan kualitas dan pemanfaatan sumber energi alternatif belum bisa memberikan nilai tambah yang besar. Selain itu juga kurangnya dukungan kelembagaan, dukungan fiskal dan moneter serta dukungan ketentuan peraturan perundang-undangan.

C. DAFTAR PUSTAKA